Medan, HarianBatakpos.com – Sleep paralysis, atau ketindihan, adalah gangguan tidur yang ditandai dengan ketidakmampuan total untuk bergerak atau berbicara saat berada dalam masa transisi antara terjaga dan tidur. Kondisi ini seringkali menimbulkan rasa ketakutan, bahkan disertai halusinasi, sehingga sulit untuk membedakan antara kenyataan dan mimpi.
Gejala kelumpuhan tidur dapat berlangsung beberapa detik hingga menit, tetapi umumnya tidak lebih dari 20 menit. Selama pengalaman ini, tubuh menjadi lumpuh sementara pikiran tetap aktif dan waspada, sehingga kita tidak dapat menggerakkan bagian tubuh mana pun. Sensasi tertahan oleh kekuatan tak terlihat dan halusinasi pendengaran atau visual sering muncul, dilansir dari Kompas.com.
Kelumpuhan tidur diklasifikasikan sebagai gangguan tidur-bangun yang berkaitan dengan fase tidur REM (rapid eye movement). Selama tidur REM, tubuh secara alami lumpuh untuk mencegah kita mewujudkan mimpi. Ketidaksinkronan antara otak dan tubuh selama fase ini memicu ketindihan, dan pemicunya bisa bervariasi dari stres hingga perubahan pola tidur.
Penting untuk diingat bahwa kelumpuhan tidur tidak berbahaya dan tidak menyebabkan cedera fisik. Untuk mengurangi risiko mengalami episode ketindihan, meningkatkan kualitas tidur dan mengelola tingkat stres adalah langkah yang diperlukan.
Ada dua jenis kelumpuhan tidur, yaitu isolated sleep paralysis (ISP) dan recurrent isolated sleep paralysis (RISP). ISP biasanya terjadi sebagai episode tunggal yang disebabkan oleh pola tidur yang tidak teratur, sedangkan RISP sering dikaitkan dengan gangguan psikologis seperti depresi atau kecemasan.
Akhirnya, untuk mengurangi kelumpuhan saat tidur, penting untuk memperbaiki jadwal tidur dengan durasi 7-9 jam setiap malam dan tidur dalam posisi yang nyaman. Dengan pemahaman yang lebih baik mengenai penyebab sleep paralysis, kita dapat mengelola dan mengurangi risiko terjadinya kondisi ini.
Komentar