Medan, HarianBatakpos.com – Rumah Betawi di tengah hiruk pikuk kota Jakarta, khususnya di kawasan elite Setiabudi, menjadi pemandangan yang semakin langka.
Keberadaan rumah-rumah tradisional ini menunjukkan ketahanan budaya Betawi di tengah gempuran modernisasi.
Salah satu contohnya adalah rumah yang terletak di Menteng Atas, Setiabudi, Jakarta Selatan. Rumah ini berdiri kokoh, dikepung oleh gedung-gedung pencakar langit dan pusat perbelanjaan modern.
Rumah ini diperkirakan telah berdiri sejak tahun 1940-an dan menjadi saksi bisu perjalanan waktu di Jakarta. Keberadaannya yang unik di tengah lingkungan modern menjadikannya daya tarik tersendiri.
Dekat dengan Apartemen Casablanca, Mal Kota Kasablanka, TPU Menteng Pulo, dan Apartemen Taman Rasuna, rumah ini tetap mempertahankan keasliannya, dilansir dari Detikcom.
Meskipun dikelilingi oleh bangunan modern, rumah ini tetap mempertahankan arsitektur tradisional Betawi. Dindingnya terbuat dari papan kayu yang dicat putih, dihiasi foto-foto Ka’bah dan kaligrafi Arab.
Lantainya menggunakan ubin model lama, sementara plafonnya terbuat dari anyaman bambu. Jendela dan pintu model krepyak berwarna hijau menambah kesan klasik dan khas Betawi. Rumah Betawi ini menjadi bukti nyata ketahanan budaya Betawi di tengah perkembangan zaman.
Pemilik rumah, Salamah (87 tahun), seorang warga Betawi asli, menolak tawaran renovasi. Alasannya sederhana namun sarat makna: “Betawi asli jadi saya yang tinggalin, jadi keponakan di sini, ini juga keponakan, keluarga banyak di sini kalau Idul Fitri,” ujarnya.
Baginya, rumah ini bukan sekadar bangunan, tetapi warisan leluhur yang menyimpan kenangan dan ikatan keluarga yang kuat. Rumah ini juga merupakan warisan dari ayahnya.
Salamah juga memiliki lima bangunan kontrakan di sekitar rumahnya. Penghasilan dari kontrakan tersebut digunakan untuk memenuhi kebutuhan sehari-hari dan menyantuni anak yatim.
“Alhamdulillah, asal nasib ibu baik. Bisa untuk bekal makan, bekal yatim kasih 50 persen (dari penghasilan kontrakan). Kita nggak mentingin diri sendiri. Ibu udah bersyukur deh,” katanya. Rumah Betawi ini bukan hanya tempat tinggal, tetapi juga sumber penghasilan dan wujud kepedulian sosial.
Keponakan Salamah, Kamil (54), menjelaskan bahwa rumah tersebut berukuran sekitar 150 m2 dengan tanah seluas 330 m2. Ia menambahkan bahwa desain rumah tersebut memang mengikuti model rumah-rumah pada zaman dulu.
“Karena zaman dulu model rumahnya seperti ini, yaudah dibangunnya modelnya begini. Istilahnya nggak ngambil bahwa ini rumah adat Betawi, cuman karena memang orang Betawi, kebetulan model-model rumahnya begini,” tutur Kamil. Rumah ini menjadi bukti ketahanan budaya Betawi di tengah modernisasi.
Rumah Betawi ini menjadi simbol ketahanan budaya Betawi di tengah perkembangan kota Jakarta yang pesat. Keasliannya yang terjaga menjadi bukti nyata keuletan dan kecintaan terhadap warisan budaya leluhur. Rumah ini menunjukkan bahwa modernisasi tidak selalu berarti meninggalkan budaya dan tradisi.
Komentar