Pendidikan Peristiwa
Beranda » Berita » Kisah Pernikahan Dini Siswa Kelas VIII di Pemalang: Upaya Sekolah dalam Menjaga Pendidikan

Kisah Pernikahan Dini Siswa Kelas VIII di Pemalang: Upaya Sekolah dalam Menjaga Pendidikan

Harianbatakpos.com , Pemalang, – Media sosial dihebohkan dengan berita dua pelajar kelas VIII yang menggelar pernikahan di rumah mereka di Kelurahan Pelutan, Kecamatan Pemalang, Jawa Tengah. Pihak sekolah berusaha keras agar kedua siswa tersebut tetap melanjutkan pendidikan hingga mendapatkan ijazah demi masa depan mereka.

Dalam pernikahan ini, R (14), mempelai wanita dari Pelutan, dan T (14), mempelai pria dari Sugihwaras, Pemalang, tampil lengkap dengan gaun pengantin putih dan jas serta peci. Foto-foto pernikahan mereka menyebar luas di media sosial dan menarik perhatian publik.

Kepala sekolah tempat kedua siswa bersekolah, Nur Sidik, membenarkan kabar tersebut. Sidik menyatakan bahwa kedua siswa tersebut sempat mengajukan pengunduran diri sebelum pernikahan dilangsungkan. Namun, pihak sekolah berupaya keras agar mereka tetap bersekolah, seperti dilansir dari KOMPAS.com.

Viral Pengendara Marah Terjebak Macet, Keluhkan Sirine Patwal

“Sebelum pernikahan dilakukan, dua siswa itu sudah mengajukan pengunduran diri dari sekolah, tetapi dari kami mencoba mencegahnya untuk tetap bersekolah,” kata Nur Sidik.

Sidik menjelaskan bahwa hingga saat ini, sekolah belum menyetujui pengunduran diri mereka. Pihak sekolah terus memberikan pendampingan dan motivasi agar kedua siswa tidak putus sekolah. Hal ini dilakukan untuk memastikan bahwa program pemerintah tentang wajib belajar 9 tahun tetap terjaga.

“Pihak sekolah tetap mendampingi dua anak tersebut agar bisa tetap bersekolah, sebab kewajiban dan program pemerintah belajar 9 tahun tetap terjaga,” ujar Nur Sidik.

Terkait kasus ini, pihak sekolah juga telah berkoordinasi dengan Dinas Pendidikan Kabupaten Pemalang untuk bersama-sama menangani kasus pernikahan dini. Harapannya, kasus serupa tidak terulang di masa mendatang.

Ketegangan Iran Israel Memuncak, Iran Klaim Tembak Jatuh Drone Milik Israel

Asep Mukronin, Ketua RT 07 RW 01 Kelurahan Pelutan, tempat tinggal mempelai wanita, mengungkapkan bahwa pernikahan tersebut terjadi pada 19 Mei 2024 secara agama. Asep yang diundang untuk menyaksikan pernikahan tersebut mengaku kaget dan prihatin.

“Saat mendengar pertama kali secara pribadi prihatin karena bagaimana masa depannya,” kata Asep.

Meskipun hadir sebagai saksi, Asep tidak mengetahui alasan pasti di balik pernikahan dini tersebut. Ia hanya merasa prihatin karena pernikahan dini ini baru pertama kali terjadi di wilayahnya.

Sebagai informasi, Undang-Undang Nomor 16 tahun 2019 tentang perubahan Undang-Undang Nomor 1 tahun 1974 mengenai perkawinan menetapkan batasan umur minimal untuk menikah, yaitu 19 tahun bagi laki-laki dan perempuan.

Dalam upaya menjaga pendidikan kedua siswa tersebut, sekolah menempuh berbagai cara untuk memberikan pendampingan. Upaya ini penting mengingat pendidikan adalah kunci masa depan yang lebih baik. Meskipun situasi ini kompleks, sekolah dan dinas pendidikan berkomitmen untuk memberikan dukungan penuh.

Kasus ini menyoroti pentingnya kesadaran akan pendidikan dan bahaya pernikahan dini. Dukungan dari berbagai pihak sangat dibutuhkan agar anak-anak dapat menyelesaikan pendidikan mereka. Pemerintah, masyarakat, dan keluarga memiliki peran penting dalam memastikan anak-anak mendapatkan hak mereka untuk belajar dan meraih masa depan yang lebih cerah.

Pernikahan dini dapat membawa dampak negatif yang signifikan bagi perkembangan anak. Selain menghambat pendidikan, pernikahan dini juga dapat mempengaruhi kesehatan mental dan fisik anak. Oleh karena itu, diperlukan upaya bersama untuk mencegah terjadinya pernikahan dini dan memberikan dukungan kepada anak-anak agar mereka bisa menggapai cita-cita mereka.

Sekolah sebagai lembaga pendidikan memiliki tanggung jawab besar dalam menjaga agar siswa tidak putus sekolah. Dalam kasus ini, upaya pendampingan dan motivasi yang dilakukan oleh sekolah diharapkan dapat menjadi contoh bagi sekolah-sekolah lain dalam menangani kasus serupa. Dengan demikian, program wajib belajar 9 tahun dapat berjalan dengan baik dan anak-anak Indonesia dapat menikmati masa pendidikan mereka dengan optimal.

Pada akhirnya, harapan terbesar adalah agar kedua siswa ini dapat melanjutkan pendidikan mereka dan meraih masa depan yang lebih baik. Pendidikan adalah hak setiap anak, dan semua pihak harus bekerja sama untuk memastikan hak tersebut terpenuhi.

 

 

 

 

Komentar

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Postingan Terpopuler

BatakPos TV

Kominfo Padang Sidempuan

Kominfo Padang Sidempuan