Mentari menerobos dinding gedung yang terbuat dari sebagian kaca. Hangatnya membakar kulit padahal masih pukul 10.30 Wib. Menurut informasi dari berbagai media yang Aku baca, lapisan ozon semakin bolong. Hingga membuat suhu makin meningkat. Ah, tapi meskipun cuaca hangat, hatiku begitu sejuk. Sejuk sekali melihat apa yang ada di depanku. Tepatnya di depan kantin sekolah. Mereka duduk bersama. Tertawa bahagia. Begitu akrab. Temanku itu bernama Tian dan Vino.
“Puji Tuhan. Mereka sudah akrab. Sesuatu yang patut ditiru. Sekarang tidak ada lagi yang merasa direndahkan,” ucap ku dalam hati sambil tersenyum.
Aku teringat insiden yang terjadi beberapa minggu yang lalu. Ketika jam pelajaran Penjaskes atau olahraga, Kami para siswa kelas X (zaman dulu disebut kelas 1 SMA) melakukan gerakan senam lantai di lapangan sekolah. Ibu Lim guru Penjaskes menyuruh kami melakukan gerakan senam lantai. Senam lantai itu terdiri dari push up, sikap lilin dan lain lain untuk diambil nilai praktik.
Seperti biasa suasana tanah lapang yang ada di pinggir sungai Bingai yang mengalir di Kota Binjai itu langsung riuh. Beberapa murid dari sekolah lain ikut berolahraga di sana.
“Hei..!Matanya jangan jelajatan. Perhatikan Ibu,” suara Ibu Lim terdengar kuat. Padahal beliau tidak memakai pengeras suara. Refleks mata beralih ke Ibu berambut panjang itu. Kami yang berjumlah 28 berdiri melingkari beliau. Biasanya nama dipanggil sesuai abjad. Namun kali ini sistim acak. Tanpa diduga giliran Tian yang disebut pertama kali.
“Ha…ha..ha..” Dua orang laki-laki tiba-tiba tawanya meledak.
Tian tidak perduli dengan tawa ejekan itu. Dia maju dan saat Ibu Lim membunyikan pluit. Tian pun mulai beraksi. Namun saat melakukan push up, dia sepertinya kesulitan untuk menurunkan badannya karena dia punya postur badan yang gemuk.
“Ha..ha.ha…”
“Kamu itu seperti batu besar yang mencoba bergerak tapi enggak bisa,” ejek Vino si murid nakal yang selalu merendahkan temannya.
“Makanya jadi orang jangan omnivora. Sekali-kali herbivora dong,” Vino terus meledek. Dua tiga orang mencoba tertawa namun mata Ibu Lim memberikan kode.
“Hey Vino, kamu jangan seperti itu. Nanti Ibu hukum kamu ya !”
Vino seketika terdiam, Lelaki bertubuh jangkung bertubuh atletis itu kembali tersenyum melihat Tian yang terlihat kewalahan melakukan push up. Ucapan Vino itu tentu membuat Tian merasa terpukul.
“Bu, sepertinya saya tidak bisa melakukan ini. Saya menyerah.”
“Ha..ha. Coba diet dulu. Barangkali baru bisa push-up.”
“Vino..” teriak Ibu Lim.
“Tian, kamu pasti bisa melakukannya. Ayo coba lagi.” Ibu Lim memotivasi Tian
“Tidak Bu. Maaf Bu, saya tidak bisa.” kata Tian lemas dan langsung terduduk. Vino menahan tawanya. Takut Ibu Lim marah lagi.
“Begini caranya.” Vino memperagakan dengan gesit. Maklum dia memang sangat menyukai olahraga. Bahkan dia termasuk siswa yang punya banyak prestasi.
Tidak terasa waktu telah usai.
“Baiklah anak anak, yang belum dapat giliran, kita dipertemuan selanjutnya saja kita lanjut ya.”
Dengan hati sedih Tian masuk kedalam kelas. Kebetulan kami duduk satu bangku. Aku langsung menghampirinya.
“Tian, kamu jangan sedih ya, enggak usah hiraukan si Vino itu”
“Yang dikatakan Vino benar. Aku hanya seperti batu besar yang tidak bisa berbuat apa-apa,” ucap Tian tertunduk.
“Apa yang harus ku lakukan agar dia tidak mengejek saya gendut lagi?” Tian menghela nafasnya.
“Tian, mendengar Vino mengejekmu itu memang tidak menyenangkan, tapi mengubah dirimu hanya untuk menyenangkan orang lain belum tentu akan membuatmu bahagia. Yang penting, kamu harus menerima dirimu apa adanya,” ucap ku dengan lembut sambil mengelus pundaknya.
“Kita harus bersyukur, apapun bentuk badan kita.”
“Bukankah itu pemberian Sang Maha Kuasa?” Aku berusaha membangkitkan semangat Tian. Saya paham betul betapa menderitanya orang yang kena perundungan. Sakitnya bisa menembus ulu hati yang paling dalam. Bahkan dari cerita yang ku dengar, beberapa korban ingin bunuh diri. Mengerikan bukan? Makanya kita harus menjaga mulut kita. Mulut itu berbisa.
“Adakah kamu tahu obat pelangsing badan?” Bisik Tian karena Pak Kevin guru Matematika telah masuk.
“Untuk apa?Kamu tidak butuh itu. Berbahaya.” Bisikku.
“Aku tidak mau diejek lagi. Aku tidak mau disebut si kuda nil, kerbau bunting.”
Hatiku terenyuh. Betapa menderitanya Tian dengan sebutan yang tidak sedap didengar itu.
“Jangan pernah minder kawan karena bentuk tubuh mu. Gali potensimu. Maka orang yang membullymu akan tercengang suatu waktu.”
Kulihat Tian tersenyum. Tangannya sejenak melap air matanya yang mulai menetes.
“Vino…” hardikku saat kami berada di gerbang sekolah.
Vino kaget karena wajahku begitu bengis.
“Tolong mulai hari ini, berhenti melakukan perundungan.”
Ku rasa kekuatan Sang Ilahi membuat Vino seketika menurut. Gertakanku membuat nyalinya ciut. Dia menatap Tian yang matanya masih terlihat sembab.
“Maaf ,Tian. Saya tidak menyangka ucapanku tadi melukai hatimu.”
“Mulai hari ini berhenti membully, ya.”
“Hati-hati undang-undang perlindungan anak korban perundungan sudah ada.” Ucapku dengan wajah yang masih galak.
Refleks Vino memeluk Tian. Sejak itu mereka menjadi sahabat. Bersahabatlah, mari jaga mulut jangan sampai ada yang sakit hati ya, teman-teman.(Nick)
Tentang Penulis
Nama Nick James Chadwick P. Menghabiskan waktu luang dengan membaca komik dan membuat film animasi. Pelajar SMA Kristen Methodist Binjai Sumatera Utara Kls XI sangat hobby menggambar.
Komik Indahnya Persahabatan memenangi Lomba Pe oleh ditpsd Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan 2018 yang lalu.
Selain membaca, hobi menulis cerita dan membuat ilustrasi. Saat kelas V SD, pernah ikut bimbingan penulisan cerpen di Sunday School Methodist Siloam Binjai. Puisinya pernah terbit di Majalah “Suara Methodist Indonesia”. Dan selalu ikut aktif Lomba Literasi SD yang diadakan ditpsd kemendikbud.
Tulisannya juga pernah terbit di Penerbit Dioma, Memoar Bersama Ibu Tercinta. Semangat menulisinya semakin terbakar, begitu dia ada diantara 50 penulis inspiratif dalam buku tersebut.
Tahun 2019 cerpennya “Seminggu Berlibur Di Pulau Jawa” terbit bersama penulis tanah air dalam Buku “Memoar Ramadhan dan Merantau” oleh Penerbit Diomedia Solo Jawa Tengah.
Tahun 2020, mendapat piagam dari Kemdikbud, dalam Festival Film Animasi Cerita Rakyat, karyanya masuk 40 besar.
Tahun 2022 cerpennya “Bigo, Penyelamat Kami” terbit bersama 24 penulis dalam buku “Hari-hari bersama hewan kesayangan” yang diterbitkan oleh CV. Win Media Kediri, Jawa Timur.
Tahun 2023, pemenang Lomba Cerpen tingkat SMA yang diselenggarakan Komunitas Penulis Patrick kaller Sumatera Utara.
Komentar