Korupsi di Lembaga Peradilan: Mengapa Kepercayaan Publik Tergerus?

Medan, HarianBatakpos.com - Skandal korupsi lagi-lagi mencoreng wajah penegak hukum di Tanah Air. Empat orang yang disebut Wakil Tuhan justru tergoda dengan uang dan kini telah menjadi tersangka kasus korupsi pemberian fasilitas ekspor minyak kelapa sawit mentah atau CPO periode Januari-April 2022. Kasus ini menunjukkan betapa rentannya integritas lembaga peradilan dalam menghadapi godaan materi.
Ketua Pengadilan Negeri Jakarta Selatan, Muhammad Arif Nuryanta, disangka menerima suap Rp60 miliar untuk mengatur agar tiga korporasi, yaitu Permata Hijau Group, Wilmar Group, dan Musim Mas Group divonis lepas atau onslag. Pada saat kasus terjadi, Arif menjabat Wakil Ketua Pengadilan Negeri Jakarta Pusat, dikutip dari Tribunnews.com.
Selain Arif, Kejaksaan Agung menetapkan tiga hakim lainnya di Pengadilan Negeri Jakarta Pusat sebagai tersangka. Mereka adalah Hakim Ketua Djuyamto, Hakim Anggota Agam Syarif Baharudin, dan Ali Muhtarom yang bertugas sebagai Hakim Ad Hoc. Mereka diduga turut menikmati uang Rp60 miliar yang diberikan korporasi.
Pakar hukum pidana Asep Iwan Iriawan mendesak agar kasus mafia peradilan ini diusut sampai ke akar-akarnya. Praktik kotor ini dikhawatirkan mengusik kepercayaan publik terhadap lembaga peradilan.
"Badan Pengawasan Mahkamah Agung telah membentuk Satgasus untuk melakukan evaluasi secara menyeluruh terhadap kedisiplinan, kinerja, kepatuhan hakim, dan aparatur terhadap kode etik dan pedoman perilaku pada empat lingkungan peradilan di wilayah hukum DKI Jakarta," ungkap Juru Bicara Mahkamah Agung, Yanto.
Dalam kasus ini, dana Rp60 miliar diberikan oleh seorang pengacara bernama Ariyanto kepada Ketua Pengadilan Negeri Jakarta Selatan. Dana tersebut diberikan melalui penghubung yang merupakan Panitera Muda Pengadilan Negeri Jakarta Utara, Wahyu Gunawan.
Skandal ini adalah pengingat bahwa penegakan hukum harus dilakukan dengan integritas. Jika tidak, kepercayaan masyarakat akan terus menurun.
Komentar