Uncategorized
Beranda » Berita » Krisis Diplomasi: Indonesia Tanpa Duta Besar Saat Negosiasi Tarif 32 Persen

Krisis Diplomasi: Indonesia Tanpa Duta Besar Saat Negosiasi Tarif 32 Persen

ilustrasi dampak bagi ekonomi Indonesia terkait pengenaan tarif impor sebesar 32 persen
ilustrasi dampak bagi ekonomi Indonesia terkait pengenaan tarif impor sebesar 32 persen

Medan,  HarianBatakpos.com – Pemerintah Indonesia saat ini tengah menghadapi tantangan besar dalam menegosiasikan tarif timbal balik sebesar 32 persen dengan Amerika Serikat. Hal ini disorot oleh Kepala Pusat Industri, Perdagangan, dan Investasi Institute for Development of Economics and Finance (Indef), Andry Satrio Nugroho. Sayangnya, situasi semakin rumit karena Indonesia tidak memiliki Duta Besar (Dubes) yang ditempatkan di Kedutaan Besar Republik Indonesia (KBRI) untuk Washington DC selama hampir dua tahun.

Andry menegaskan, “Jadi ada kekosongan representatif (Indonesia) di US. Ini yang juga menurut saya sesuatu yang melihat bahwa US itu bukan mitra dagang potensial atau strategis kita.” Pernyataan ini menyoroti pentingnya kehadiran diplomatik dalam menghadapi isu-isu perdagangan yang krusial, dilansir dari kompas.com.

Kosongnya posisi Dubes Indonesia untuk AS telah berlangsung sejak Juli 2023. Hal ini menjadi kendala dalam diplomasi yang seharusnya memperkuat hubungan perdagangan antara dua negara. “Kita tidak punya ya Dubes yang kita taruh di Washington, itu udah hampir dua tahun,” imbuh Andry.

Peringati Tahun Baru Islam 1447 H, Rico Waas: Bersinergi Bangun Masyarakat Beradab

Dengan banyak produk unggulan Indonesia seperti perlengkapan elektrik dan pakaian yang berpotensi terkena dampak tarif, ketidakpastian ini semakin menambah kekhawatiran. “Kita tahu banyak produk yang akan sulit masuk ke pasar US,” ujar Andry, yang menegaskan perlunya langkah yang lebih konkret dari pemerintah.

Dalam konteks ini, negosiasi tarif 32 persen menjadi semakin mendesak. Tanpa adanya Duta Besar yang menjalankan peran penting dalam diplomasi, Indonesia berisiko kehilangan kesempatan untuk memperjuangkan kepentingan ekonominya. “Jadi memang tidak ada kata yang lebih tepat selain bahwa pemerintah melakukan pengabaian,” tutup Andry.

Komentar

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *