Medan, HarianBatakpos.com – Kusta adalah salah satu penyakit menular tertua yang dikenal manusia, namun hingga kini masih terbungkus stigma dan mitos yang keliru. Berdasarkan data dari Organisasi Kesehatan Dunia (WHO), kusta sudah ada sejak ribuan tahun lalu dan sering kali dianggap sebagai kutukan atau penyakit keturunan. “Padahal, faktanya kusta adalah infeksi yang disebabkan oleh bakteri Mycobacterium leprae dan bisa disembuhkan,” jelas Prof. Sri Linuwih, Sp.DVE dalam acara media gathering bertajuk “Bersama Media Menuju Indonesia Bebas Kusta.”
Kusta menyerang kulit, jaringan saraf perifer, mata, dan selaput hidung. Gejala awalnya sering kali sulit dikenali dan mirip dengan penyakit lain, sehingga disebut sebagai penyakit “1.000 wajah.” Prof. Sri Linuwih menegaskan, “Masa inkubasi penyakit ini juga relatif lama, antara 3 sampai 5 tahun, sehingga jika kita bertemu penderita kusta saat ini belum tentu langsung tertular, dikutip dari Kompas.com.
Di Indonesia, kusta menjadi masalah kesehatan serius, dengan negara ini menempati urutan ketiga terbanyak di dunia setelah India dan Brasil. Data terbaru menunjukkan ada 13.830 kasus baru kusta. Meskipun kusta dapat disembuhkan dengan pengobatan yang tersedia gratis di Puskesmas, tantangan terbesar adalah stigma dan diskriminasi yang dialami oleh penderita.
Upaya pemerintah untuk mencegah dan mengendalikan kusta terus dilakukan, tetapi pengetahuan masyarakat yang minim menjadi penghalang. “Untuk pencegahan, sebenarnya orang di sekitar atau yang kontak dengan penderita kusta disarankan mengonsumsi obat yang cukup diminum satu kali,” ungkap dr. Ina Agustina Isturini, Direktur Pencegahan dan Pengendalian Penyakit Menular Kemenkes RI.
Penting bagi masyarakat untuk menghapus stigma terhadap kusta dan memberikan dukungan sosial kepada penderita, sehingga mereka lebih percaya diri untuk mencari pengobatan. Dengan pengertian yang lebih baik tentang kusta, diharapkan jumlah kasus baru bisa terus menurun dan penderita tidak lagi merasa terasing.
Komentar