HarianBatakpos.com – Gagasan utama tulisan ini adalah Flexing atau Pamer. Mengapa demikian, karena ditanah air kita tidak sedikit banyaknya yang suka Flexing. Sebetulnya bukan di bumi Indonesia saja, melainkan telah menjadi karakter makhluk hidup yang dinamakan manusia.
Tidak banyak yang saya tuangkan ditulisan ini, hanya merupakan tatapan mendalam saya terhadap hal ini. Atau lebih tepatnya opini.
Menurut saya, Flexing adalah lampu. Lampu yang merupakan aliran listrik yang awalnya hidup kemudian padam. Dari sudut mata memandang, hidup dan padamnya lampu adalah sisi antonim yang nyata. Dua sisi inilah yang terlihat oleh mata hidup manusia, sisi gelap dan sisi terangnya.
Pamer serupa dengan menunjukkan atau menonjolkan sesuatu kelebihan. Bedanya, pamer bersudut pada kelebihan yang ditunjukkan, tanpa adanya kekurangan yang pasti dimiliki setiap insan. Yang mana, seolah-olah tidak memiliki sama sekali kekurangan.
Sebetulnya sisi gelap atau terang disini merupakan pola pikir seorang insan, mengenai si Unjuk Gigi tersebut. Si Unjuk Gigi adalah subjek utama yang menonjolkan kelebihannya tanpa berpikir ia memiliki kekurangan. Sebetulnya, insan seperti itu hanya haus pujian dan terlalu hubbud Dunya atau cinta dunia.
Sisi terangnya, mereka mendapat pujian dari insan dibawahnya. Mereka mendapat pandangan lebih mengenai kelebihan, karena pemberi pujian tidak menyadari sikap Unjuk Gigi mereka.
Pandangan orang berambisi tidak demikian, orang yang berambisi akan terus berkata Langit itu ada Tujuh. Orang berambisi akan berpandangan, bahwa orang yang selalu unjuk gigi pasti ada yang lebih dari mereka. Tatapan bagi orang berambisi serupa macam lampu yang redup, diantara terang dan gelap.
Namun, sisi gelapnya adalah mereka orang yang dilebihkan, tidak melakukan demikian Unjuk Gigi. Mereka hanya memandang dalam diam, yang mana tetap Tuhan Yang Maha Esa lah yang paling Agung.
Otak sepatutnya merenung, rasanya tak ada gunanya Pamer itu. Hanya membuang-buang tenaga dan waktu. Hati dan jiwa yang lurus tidak cetek pemikiran, Flexing adalah apresiasi melelahkan jiwa dan raga. Tidak, insan tidak boleh demikian Unjuk Gigi.
Apakah pemikiran Anda mengatakan demikian? Flexing itu ada nilai namun tiada gunanya. Saya bukan hakim, saya hanya anak pelajar yang tengah menuangkan isi pikiran. Hanya ini saja yang dapat saya tuangkan, tidak ada kelebihannya namun mohon maaf jika tidak sedikit kekurangannya.
Elsa Hardianti Putri lahir di Lawang Agung pada tanggal 25 Januari 2008. Seorang remaja yang bersemangat dan penuh inspirasi, Elsa sedang menempuh pendidikan di Madrasah Aliyah Negeri 2 Kota Lubuk Linggau sambil juga duduk di bangku kelas 10 SMA. Meskipun usianya masih muda, Elsa telah menunjukkan bakatnya dalam dunia sastra dan seni.
“Bintang Lamunan” adalah debutnya sebagai seorang penulis. Dalam buku ini, Elsa mempersembahkan puisi-puisi yang penuh makna dan mendalam, mencerminkan kepekaannya terhadap kehidupan, spiritualitas, dan hubungan dengan Sang Pencipta. Karya-karya Elsa menawarkan pembaca sebuah jendela ke dalam dunia batinnya yang indah dan menginspirasi.
Meskipun masih muda, Elsa telah menunjukkan potensi besar dalam dunia sastra. Dengan keberanian dan ketekunan, dia berani mengekspresikan dirinya melalui kata-kata yang menyentuh hati. “Bintang Lamunan” adalah bukti awal dari bakatnya yang luar biasa, dan kami sangat antusias untuk menyaksikan perjalanan sastranya yang lebih jauh di masa depan.
Komentar