Medan, HarianBatakpos.com – Dalam penetapan Lebaran Idul Fitri yang jatuh pada 31 Maret 2025, Kementerian Agama (Kemenag) Republik Indonesia memberikan tiga pertimbangan penting. Pertimbangan ini didasarkan pada metode yang telah disepakati oleh negara-negara di Asia Tenggara. Menteri Agama Nasaruddin Umar menjelaskan lebih lanjut mengenai keputusan ini dalam konferensi pers yang digelar pada 29 Maret 2025.
Pertimbangan Pertama: Metode Hisab
Pertimbangan pertama yang diungkapkan oleh Kemenag adalah perhitungan astronomi atau metode hisab. Metode ini mengacu pada kriteria ketinggian hilal yang disepakati oleh Menteri Agama Brunei, Indonesia, Malaysia, dan Singapura (MABIMS). Kriteria tersebut menyatakan bahwa hilal harus berada di atas tiga derajat dengan sudut elongasi 6,4 derajat. Sayangnya, posisi hilal di Indonesia pada hari tersebut masih di bawah ufuk.
Pertimbangan Kedua: Rukyatul Hilal
Pertimbangan kedua melibatkan pemantauan hilal secara langsung, atau yang dikenal sebagai rukyatul hilal. Hasil pengamatan dari 33 provinsi menunjukkan bahwa hilal tidak terlihat. Laporan dari petugas rukyat mengonfirmasi hal ini, yang semakin menguatkan keputusan Kemenag untuk menetapkan tanggal 31 Maret 2025 sebagai Lebaran, dilansir dari kompas.com.
Pertimbangan Ketiga: Kesepakatan Regional
Akhirnya, pertimbangan ketiga berkaitan dengan kesepakatan antara negara-negara Asia Tenggara yang mengikuti kriteria MABIMS. Semua negara sepakat bahwa posisi bulan masih di bawah ufuk, baik melalui metode hisab maupun rukyat. Hal ini memberikan legitimasi tambahan terhadap keputusan Kemenag.
Dengan pertimbangan-pertimbangan yang matang, Kemenag akhirnya menetapkan bahwa 1 Syawal 1446 Hijriah jatuh pada 31 Maret 2025. Penetapan ini diharapkan dapat memberikan kepastian kepada umat Islam di Indonesia dalam menjalankan ibadah.
Komentar