HarianBatakpos.com – Likuiditas bank-bank di Indonesia menjadi fokus utama saat ini, terutama di tengah tekanan suku bunga yang tinggi. Meskipun likuiditas masih tersedia, ada kekhawatiran bahwa kondisi ini tidak akan bertahan lama, mengingat suku bunga yang terus meningkat.
Direktur Utama PT Bank Tabungan Negara (Persero) Tbk. (BTN) Nixon Napitupulu mengungkapkan bahwa masalah utama yang dihadapi saat ini bukanlah ketersediaan likuiditas, melainkan harga likuiditas itu sendiri. “Likuiditas aman, likuiditas no issue. Cuma masalah kan harganya. Jadi kalau tanya ‘Likuiditas ketat nggak?’ Definisi ketat itu kan pesannya nggak ada. Likuiditas ada, tapi harganya naik,” jelas Nixon, Sabtu (10/8/2024).
Tantangan Likuiditas di Semester II-2024
Direktur Keuangan dan Strategi PT Bank Mandiri (Persero) Tbk. (BMRI) Sigit Prastowo menambahkan bahwa likuiditas tetap menjadi perhatian utama bagi bank pelat merah tersebut di semester II-2024. Hal ini didorong oleh rasio pinjaman terhadap simpanan (Loan to Deposit Ratio/LDR) yang menunjukkan tren kenaikan seiring dengan pertumbuhan kredit yang tinggi, namun tidak diimbangi oleh peningkatan dana pihak ketiga (DPK).
“Secara umum, pertumbuhan kredit di industri perbankan lebih tinggi dibandingkan dengan pertumbuhan funding. Ini mendorong kenaikan LDR secara keseluruhan. Sehingga, likuiditas tetap menjadi concern,” kata Sigit di Mandiri Corporate University. Likuiditas bank menjadi isu penting mengingat permintaan kredit yang tinggi, namun pertumbuhan DPK masih terbatas.
Pertumbuhan Dana Pihak Ketiga dan Harapan Suku Bunga
Meskipun demikian, Sigit mencatat adanya perbaikan dalam pertumbuhan dana pihak ketiga (DPK), yang mencatat peningkatan 8,45% yoy per Juni 2024, meskipun masih lebih rendah dibandingkan pertumbuhan pada tahun sebelumnya. Harapan terhadap perbaikan likuiditas semakin kuat apabila suku bunga acuan global, seperti Federal Reserve, dapat segera dipangkas, yang memungkinkan Bank Indonesia (BI) untuk mengikuti.
“Kami berharap likuiditas makin baik ke depannya,” ujarnya. Hal ini sejalan dengan kebijakan Bank Indonesia yang tetap menahan suku bunga acuan di level 6,25% sejak April 2024, untuk menjaga stabilitas likuiditas.
Diversifikasi Sumber Dana Alternatif
Kepala Eksekutif Pengawas Perbankan OJK Dian Ediana Rae menjelaskan bahwa pertumbuhan simpanan bank yang melambat, terutama pada deposito, disebabkan oleh banyaknya alternatif instrumen penempatan dana. Lembaga Penjamin Simpanan (LPS) mencatat bahwa pertumbuhan dana non-DPK kembali meningkat, dengan alternatif pendanaan perbankan tumbuh 5,38% yoy per Februari 2024.
“Strategi bank dalam diversifikasi sumber likuiditas sangat penting, terutama dengan akses sumber pendanaan non-DPK yang menjadi salah satu solusi dalam pemenuhan funding gap,” ungkap Dian. Ini mencerminkan upaya perbankan untuk mencari sumber dana alternatif di tengah pertumbuhan DPK yang lebih rendah dibandingkan kredit.
Secara keseluruhan, tantangan likuiditas di Indonesia saat ini memaksa bank-bank untuk lebih kreatif dalam mengelola sumber dana mereka. Harapan akan perbaikan kondisi likuiditas di masa mendatang tetap tinggi, terutama dengan potensi penurunan suku bunga acuan global yang dapat memberikan ruang bagi Bank Indonesia untuk menyesuaikan kebijakan moneternya.
Kesimpulan
Dalam situasi saat ini, likuiditas bank di Indonesia tetap menjadi perhatian utama, terutama dengan adanya tantangan suku bunga tinggi dan pertumbuhan kredit yang pesat. Meskipun begitu, upaya diversifikasi sumber dana dan harapan penurunan suku bunga dapat membantu menjaga stabilitas likuiditas dalam jangka panjang.
Komentar