Jakarta-BP: Krisis mata uang lira Turki telah memakan korban. Krisis ini telah membuat orang terkaya di negeri kebab ini merosot harga kekayaan.
Sejak awal tahun, lira sudah anjlok 40% lawan dolar AS yang didorong kekhawatiran investor akan kebijakan ekonomi Presiden Recep Tayyip Erdogan yang ingin suku bunga acuan turun untuk mendorong ekonomi sementara inflasi meroket.
Kejatuhan mata uang lira telah membuat membuat 35 orang terkaya di Turki kehilangan US$23 miliar (Rp 335,8 triliun) kekayaan bersih mereka, seperti dilansir dari Forbes.
Bahkan kejatuhan lira telah membuat 13 pengusaha Turki kini tak lagi masuk dalam daftar orang terkaya Forbes karena harta kekayaannnya telah turun di bawah US$1 miliar.
Salah satu dari 13 orang kaya yang terlempar dari daftar orang terkaya di bumi milik Forbes adalah Ali Agaoglu, pengusaha real estat yang dijuluki “Trump Turki” dan Mustafa Latif Topbas, pemilik BIM, perusahaan ritel diskon terbesar di Turki yang juga dikenal sebagai teman Presiden Erdogan.
Kedua orang kaya ini harus rela kehilangan US$540 juta karena kejatuhan lira Turki.
Lainnya adalah Erman Ilicak, pengembang properti yang memiliki 90% saham Ronesans Holding. Kekayaan pria berusia. telah menguap US$1,5 miliar. Padahal pada Maret 2018, total kekayaan mencapai US$2,5 miliar.
Orang terkaya Turki, Murat Ulker, yang mengontrol 320 merek makanan termasuk perusahaan cokelat global Godiva melalui Yildiz Holding, telah kehilangan hampir US$1,4 miliar. Saat ini nilai kekayaannya tinggal US43,4 miliar.
Kemerosotan lira Turki bukanlah kejutan bagi orang-orang yang telah mengikuti ekonomi negara. Sejak 2012, lira telah melemah secara dramatis terhadap dolar AS. Ketegangan hubungan AS-Turki membuat kondisi semakin runyam. Presiden Turki Recep Tayyip Erdogan menolak membebaskan seorang pendeta Amerika, Andrew Brunson.
Brunson dituduh oleh pemerintah Turki memiliki hubungan dengan organisasi teroris, termasuk dengan Fethullah Gulen yang dituduh sebagai otak dari kudeta gagal tahun 2016. Brunson membantah tuduhan itu.
Sejak Erdogan naik ke tampuk kekuasaan pada tahun 2002, salah satu janji utamanya adalah pertumbuhan ekonomi yang berkelanjutan. Selama masa jabatannya, pusat perbelanjaan dan gedung pencakar langit melonjak di kota terpadat di Turki, Istanbul.
Tetapi untuk mencapai pertumbuhan seperti itu, para investor Turki mengandalkan utang luar negeri yang murah, acapkali utang dalam denominasi dolar. Dengan lira Turki yang tiba-tiba melemah dalam, utang luar negeri akan jauh lebih sulit untuk dilunasi. (CNBC/JP)
Komentar