Medan, Harianbatakpos.com – Sudah lebih dari setahun, pasukan Israel menyerang warga Palestina secara brutal. Kondisi ini memicu kemarahan global, termasuk di Indonesia. Warga Indonesia melakukan berbagai aksi, mulai dari demonstrasi hingga diplomasi. Namun, ada satu pertanyaan unik: mengapa dukun santet RI tidak bisa menyerang tentara Israel?
Dalam konteks budaya Indonesia, dukun santet dikenal karena kemampuannya menyerang secara gaib. Namun, jika efektivitasnya nyata, mengapa kemampuan ini tidak dimanfaatkan untuk membantu Palestina? Jawabannya dapat ditemukan melalui analisis antropolog asal Prancis, Claude Levi-Strauss, dalam konsep Kompleks Shamanistik, disadur dari CNBC Indonesia.
Tiga Faktor Penentu Keberhasilan Santet
Menurut Levi-Strauss, keberhasilan santet atau sihir tergantung pada tiga elemen:
- Keyakinan Dukun: Dukun harus percaya penuh pada metode yang digunakannya.
- Kepercayaan Korban: Target harus meyakini keberadaan dan efek sihir tersebut.
- Dukungan Sosial: Lingkungan harus memperkuat keyakinan tersebut, baik pada dukun maupun korban.
Dalam kasus ini, dua elemen pertama mungkin terpenuhi di Indonesia. Namun, tentara Israel (target) kemungkinan besar tidak mempercayai praktik santet. Ketidakhadiran unsur ini memutus siklus psikoanalisis yang menjadi dasar efektivitas sihir.
Pelajaran dari Analisis Levi-Strauss
Levi-Strauss menjelaskan bahwa ketiga elemen dalam Kompleks Shamanistik bersifat saling terikat. Ketidakhadiran salah satu unsur akan menggagalkan keseluruhan proses. Dengan demikian, ini juga menjawab mengapa dukun Indonesia tidak mampu menyerang penjajah Belanda di masa lalu.
Santet, seperti banyak fenomena budaya, memerlukan konteks psikologis dan sosial yang mendukung. Ketidakhadiran kepercayaan dari pihak target membuat kekuatan gaib ini tidak dapat bekerja.
Komentar