Jakarta-BP: Mahkamah Agung (MA) memberhentikan sementara hakim ad hoc Pengadilan Negeri Medan Merry Purba yang ditetapkan tersangka oleh KPK. Selain Merry, keputusan yang sama juga berlaku untuk panitera pengganti Helpandi. Hal tersebut disampaikan oleh juru bicara MA Suhadi dalam konferensi pers di media center MA, Jakarta, Kamis (30/8).
Menurut Suhadi pemberhentian sementara diberikan selama belum ada keputusan hukum tetap (inkrah).
“Pertama pemberhentian dari kita menunggu (keputusan) dari KPK. Jadi, kemarin setelah ditetapkan dua tersangka dari aparatur pengadilan, kemarin sudah ditetapkan mereka diberhentikan sementara. Karena kita menjunjung asas praduga tidak bersalah,” kata Suhadi, Kamis (30/8).
Menurutnya jika dalam keputusan pengadilan keduanya dinyatakan bersalah maka mereka bisa diberhentikan secara tetap. Hal itu seperti tertuang dalam kode etik mau pun Peraturan Presiden nomor 54 tahun 2010 tentang disiplin pegawai negeri.
“Nanti kalau sudah putusan tetap mereka bersalah, ada aturan baik kode etik maupun PP 54 tahun 2010 tentang disiplin pegawai negeri. Itu bisa diberhentikan secara definitif,” kata Suhadi.
Merry Purba dan Helpandi ditetapkan sebagai tersangka setelah KPK melakukan operasi tangkap tangan (OTT) terhadap delapan orang di Pengadilan Negeri Medan. Dalam OTT tersebut KPK mengamankan empat orang hakim. Namun setelah pemeriksaan KPK hanya menetapkan hakim ad hoc Merry dan seorang panitera pengganti Helpandi bersama dua oranglainnya dari pihak swasta sebagai tersangka yaitu Tamin Sukardi dan Hadi Setiawan.
Merry dan Helpandi diduga menerima suap SGD 280 ribu atau Rp 3 miliar lebih. Suap diberikan kepada Merry diduga untuk mempengaruhi putusan hakim kasus korupsi dengan terdakwa Tamin Sukardi. Dalam keputusan 27 Agustus 2018, Tamin divonis 6 tahun penjara dan denda Rp 500 juta subsidair 6 bulan penjara dan membayar uang pengganti Rp 132 miliar.
Vonis ini lebih rendah dari tuntutan jaksa, yakni 10 tahun penjara dan denda Rp 500 juta subsidair 6 bulan penjara dan uang pengganti Rp 132 miliar. Dalam putusan kasus korupsi penggelapan tanah yang menjerat Tamin itu, Merry menyatakan disenting opinion.
Suap diduga diberikan oleh Tamin Sukardi melalui orang kepercayaannya yang bernama Hadi Setiawan. Kasus itu kemudian terungkap dari operasi tangkap tangan (OTT) yang dilakukan oleh KPK pada Selasa (28/8). Pada saat penangkapan, KPK menemukan bukti uang sebesar SGD 130 ribu.
Merry dan Helpandi selaku pihak yang diduga penerima suap disangkakan Pasal 12 huruf c atau Pasal 12 huruf a atau Pasal 11 UU Nomor 31 Tahun 1999 Tentang Pemberantasan Tipikor yang diubah menjadi UU Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Korupsi.
Sementara, Tamin dan Hadi selaku pihak yang diduga pemberi suap disangkakan dengan Pasal 6 ayat 1 huruf a atau Pasal 5 ayat 1 huruf a atau Pasal 13 UU Nomor 31 Tahun 1999 sebagaimana diubah menjadi UU Nomor 20 Tahun 2001.
Sumber: Kumparan (SP)
Komentar