Medan, HarianBatakpos.com – Indonesia baru-baru ini memutuskan untuk memangkas anggaran biaya makan siang gratis yang awalnya Rp 10.000 per porsi.
Keputusan ini menimbulkan banyak perdebatan di kalangan masyarakat. Pakar gizi dari Universitas Airlangga, Mahmud Aditya Rifqi, Ph.D., mengungkapkan bahwa perubahan ini merupakan tantangan bagi ahli gizi dalam menyusun menu makan bergizi dengan anggaran yang terbatas, dilansir dari Kompas.com.
Menurutnya, penggunaan bahan pangan lokal dapat menjadi solusi yang efektif dalam mengatasi kendala biaya tersebut, dilansir dari Kompas.com.
Pangan lokal seperti ikan lele, nila, dan gurami memiliki kandungan gizi yang tidak kalah dengan protein hewani lainnya seperti ayam atau daging.
ahmud menjelaskan bahwa ikan-ikan air tawar ini melimpah di Indonesia dan memiliki harga yang lebih terjangkau.
Selain itu, ikan-ikan tersebut juga mudah didapatkan dan memiliki kandungan protein yang sangat baik untuk tubuh. Penggunaan ikan lokal dapat menjadi alternatif yang sangat baik untuk penyediaan makan siang gratis dengan nilai gizi yang optimal.
Bahan nabati seperti kacang-kacangan juga bisa menjadi pilihan tepat dalam menyiasati keterbatasan anggaran. Kacang hijau, kacang merah, kedelai lokal, tempe, dan tahu dapat dijadikan sumber protein yang sehat dan ekonomis.
Mahmud menambahkan bahwa bahan pangan lokal memiliki keuntungan lain, yaitu mudah didapatkan dan minim pengawetan, sehingga lebih aman dikonsumsi. Proses farm to table yang lebih singkat juga menjadikan pangan lokal lebih segar dan kaya gizi.
Namun, tantangan terbesar dalam penggunaan pangan lokal adalah masih banyaknya masyarakat yang belum familiar dengan potensi pangan lokal. Mahmud mengingatkan pentingnya sinergi antara pemerintah, masyarakat, dan akademisi untuk mempromosikan pangan lokal secara masif agar dapat diterima dengan baik oleh semua kalangan.
Komentar