Sejak tahun 2020, Indonesia telah menyaksikan lonjakan yang mencengangkan dalam jumlah bank yang mengalami kebangkrutan. Tahun ini, terutama, telah mencatatkan rekor sebagai tahun dengan jumlah kebangkrutan bank paling tinggi, terutama di sektor Bank Perkreditan Rakyat (BPR), meskipun baru memasuki bulan keempat. Peristiwa terbaru adalah pencabutan izin usaha PT BPR Bali Artha Anugrah oleh Otoritas Jasa Keuangan (OJK), mengikuti Keputusan Anggota Dewan Komisioner Otoritas Jasa Keuangan Nomor KEP-34/D.03/2024 tanggal 4 April 2024 tentang Pencabutan Izin Usaha PT Bank Perkreditan Rakyat Bali Artha Anugrah.
“Pencabutan izin usaha PT BPR Bali Artha Anugrah merupakan bagian dari tindakan pengawasan yang dilakukan OJK untuk terus menjaga dan memperkuat industri perbankan serta melindungi konsumen,” tulis OJK dalam pengumumannya beberapa waktu lalu.
Kebangkrutan BPR Bali Artha Anugrah menambah deretan panjang bank yang mengalami kebangkrutan di Indonesia pada tahun ini. Sejak awal tahun, sudah ada 9 bank yang mengalami kebangkrutan. Padahal, baru berjalan 4 bulan. Sebelum BPR Bali Artha Anugrah, PT BPR Sembilan Mutiara, PT BPR Aceh Utara, PT BPR EDCCASH, Perumda BPR Bank Purworejo, PT BPR Bank Pasar Bhakti, PT BPR Usaha Madani Karya Mulia, BPRS Mojo Artho Kota Mojokerto (Perseroda), dan Koperasi BPR Wijaya Kusuma juga mengalami kebangkrutan dan izin usahanya dicabut oleh OJK pada tahun ini.
Sejak tahun 2020, total ada 30 bank yang bangkrut di Indonesia, semuanya merupakan BPR.
Trend Kebangkrutan Bank Sejak 2020
- Tahun 2024: 9 bank bangkrut (hingga bulan April)
- Tahun 2023: 4 bank bangkrut
- Tahun 2022: 1 bank bangkrut
- Tahun 2021: 8 bank bangkrut
- Tahun 2020: 8 bank bangkrut
Jelas bahwa tren kebangkrutan bank di Indonesia telah meningkat secara signifikan sejak tahun 2020, mencapai puncaknya pada tahun 2024. Dian Ediana Rae, Kepala Eksekutif Pengawas Perbankan OJK, bahkan memproyeksikan bahwa tahun ini bisa mencatatkan kebangkrutan hingga 20 bank di Indonesia.
“Tumbangnya deretan bank disebabkan oleh fraud dan buruknya tata kelola manajemen,” ungkap Dian. OJK bertekad untuk bertindak tegas terhadap mereka yang terlibat dalam fraud, sesuai dengan Undang-undang Pengembangan dan Penguatan Sektor Keuangan (UU PPSK).
Kejadian ini menimbulkan kekhawatiran serius terhadap stabilitas sektor perbankan Indonesia, serta menyoroti pentingnya pengawasan yang ketat dan tindakan pencegahan terhadap risiko keuangan.
Komentar