Medan, HarianBatakpos.com – Menteri Kesehatan Budi Gunadi Sadikin mengungkapkan bahwa harga obat di Indonesia saat ini jauh lebih mahal dibandingkan negara tetangga seperti Singapura dan Malaysia.
Perbedaan harga ini mencapai 1,5 hingga 5 kali lipat, yang menjadi penghalang utama bagi masyarakat untuk mendapatkan pengobatan yang tepat.
Menkes Budi menjelaskan bahwa pajak bukanlah isu utama yang menyebabkan tingginya harga obat di Indonesia.
“Tapi biaya marketing dan distribusi yang mahal. Untuk mengatasinya, pemerintah akan membuat sistem yang lebih baik guna mengatasi persoalan ini,” ucap Menkes dalam konferensi pers yang dilansir dari laman Kemenkes RI pada 13 Desember 2024), dikutip dari detik.com.
Dalam upaya mengatasi masalah harga obat yang tinggi, pemerintah merencanakan tiga langkah konkret.
Langkah pertama adalah memastikan ketersediaan obat. Pandemi COVID-19 menunjukkan bahwa Indonesia mengalami kesulitan dalam mendapatkan obat dan alat kesehatan, yang mencerminkan lemahnya sistem ketahanan kefarmasian dan alat kesehatan nasional.
Menkes Budi menekankan pentingnya produksi obat dan alat kesehatan di dalam negeri. “Kita sukses melakukan fraksionasi plasma darah dan harapannya mulai tahun 2026 kita mulai produksi Albumin di Indonesia,” katanya, menyoroti perlunya langkah ini untuk melindungi masyarakat dari pandemi di masa mendatang.
Kedua, pemerintah akan meningkatkan akses terhadap obat inovatif dengan mempercepat proses persetujuan uji klinik dan registrasi obat. Ketiga, pemerintah berkomitmen untuk memastikan harga obat tetap terjangkau.
“Akses obat kita masih rendah,” tambah Menkes, menekankan perlunya menyederhanakan proses perizinan.
Dengan kolaborasi antara pemerintah, industri farmasi, penyedia layanan kesehatan, dan tenaga kesehatan, diharapkan ketiga tujuan ini dapat tercapai demi kesehatan masyarakat yang lebih baik.
Komentar