Medan, HarianBatakpos.com – Gerakan “No Buy Challenge” tengah populer di media sosial seiring momentum pergantian awal tahun. Ini adalah gerakan yang mendorong individu untuk menahan diri dari membeli barang non-esensial.
Apalagi, momen ini juga bertepatan dengan adanya isu kenaikan Pajak Pertambahan Nilai (PPN) menjadi 12 persen mulai Rabu (1/1/2025), sehingga masyarakat tertarik mengikuti tren ini untuk menyesuaikan diri dengan perubahan.
Namun, jangan asal ikutan “No Buy Challenge” hanya karena sedang ngetren di media sosial. Apa sebabnya? Menurut Psikolog, Meity Arianty, STP., M.Psi., meskipun bertujuan untuk menciptakan gaya hidup lebih bijaksana, tren ini berpotensi memicu stres dan frustasi, terutama bagi mereka yang terbiasa dengan pola belanja konsumtif.
“Dalam mengelola keuangan, lakukan dengan perasaan yang nyaman dan senang,” ujar Meity kepada Kompas.com, Senin (30/12/2024) , dilansir dari Kompas.com.
Gangguan emosional tersebut muncul akibat pola pikir yang diterapkan selama mengelola keuangan. Ia menyarankan masyarakat untuk tidak mengikuti tren ini dalam keadaan tertekan.
Hal ini agar tidak menimbulkan gangguan emosional yang menghambat proses pengelolaan keuangan yang sehat. “Dengan kesadaran penuh, kita mengontrol keuangan,” jelasnya.
Menurut Meity, mengontrol keuangan harus dilakukan dengan tujuan melatih diri agar tidak impulsif, serakah, dan mendahulukan ego dalam pengeluaran finansial.
Penting untuk menyusun prioritas apa saja yang sangat perlu dibeli dan bukan sekadar nafsu sesaat. “Jika kita menerapkan pemikiran tersebut, kita tidak akan stres atau frustasi saat menghadapi tahun 2025,” tutur Meity.
Jangan asal ikut-ikutan “No Buy Challenge 2025” tanpa pertimbangan yang matang. Mengelola keuangan dengan bijaksana adalah kunci untuk menghadapi tantangan di tahun baru.
Komentar