Harianbatakpos.com , Mojokerto – Sebuah analisis mengerikan datang dari Michael Oren, seorang diplomat Zionis, yang menggambarkan betapa rentannya Israel jika terjadi perang total dengan Hizbullah. Dalam tiga hari pertama konflik, semua infrastruktur vital Israel bisa menjadi target, termasuk kilang minyak, pangkalan udara, dan situs nuklir Dimona. Analisis ini diulas oleh Foreign Policy (FP) pada Rabu (19/6/2024).
Hizbullah baru-baru ini melancarkan serangan roket besar-besaran ke Israel sebagai balasan atas serangan udara yang menewaskan seorang komandan senior mereka. Hal ini memicu kekhawatiran bahwa konflik dapat dengan cepat meningkat. Sejak 8 Oktober 2023, Hizbullah telah meluncurkan ribuan roket, rudal anti-tank, dan drone ke Israel. Sebagai balasan, Angkatan Udara Israel melakukan ratusan serangan udara di Lebanon selatan, seperti disadur dari laman SINDOnews.
Michael Oren, yang pernah menjabat sebagai duta besar Israel untuk Amerika Serikat pada masa pemerintahan Barack Obama, menyatakan bahwa Hizbullah adalah ancaman strategis bagi Israel. Kelompok ini diperkirakan memiliki sekitar 130.000 rudal dan roket yang dapat melumpuhkan sistem pertahanan udara Israel dan menghantam kota-kota besar.
“Saya telah membaca perkiraan mengenai apa yang dapat dilakukan Hizbullah terhadap kita dalam tiga hari, dan itu sungguh mengerikan,” kata Oren kepada FP. “Mereka bisa menghancurkan semua infrastruktur penting kami, termasuk kilang minyak, pangkalan udara, dan Dimona,” tambahnya.
Hizbullah juga merilis rekaman drone dari Pelabuhan Haifa Israel, yang berjarak 17 mil dari perbatasan Lebanon, dalam upaya untuk menembus pertahanan udara Israel. Mereka juga diyakini memiliki jaringan terowongan di bawah Lebanon yang lebih luas daripada yang digunakan oleh Hamas.
Menteri Luar Negeri Israel, Israel Katz, menyatakan bahwa negaranya sedang mempertimbangkan opsi untuk berperang dengan Lebanon. “Dalam perang total, Hizbullah akan dihancurkan dan Lebanon akan terkena dampak paling parah,” klaim Katz. Namun, laporan FP menyebutkan bahwa Israel juga akan menderita kerugian yang signifikan.
Laporan dari Center for International and Strategic Studies (CSIS) menyebut Hizbullah sebagai musuh yang jauh lebih tangguh dibandingkan Hamas, dengan persenjataan yang sangat berat. Konflik ini telah menyebabkan sekitar 140.000 orang mengungsi dari rumah mereka di kedua sisi perbatasan.
Daniel Byman, profesor di Fakultas Pelayanan Luar Negeri Universitas Georgetown, mengatakan bahwa gencatan senjata di Gaza dapat membantu meredakan ketegangan di perbatasan utara Israel. “Saya pikir jika Hamas menyetujui gencatan senjata, Hizbullah juga akan menghormatinya,” kata Byman.
Penasihat senior Presiden AS Joe Biden, Amos Hochstein, tiba di Israel untuk mengatasi konflik yang meningkat antara Israel dan Hizbullah. Hochstein, yang memainkan peran penting dalam perjanjian batas laut antara Israel dan Lebanon pada Oktober 2022, mengunjungi di tengah bentrokan perbatasan yang intens.
Sejak perang Gaza dimulai pada Oktober lalu, baku tembak setiap hari telah menyebabkan ribuan orang mengungsi di kedua sisi perbatasan Israel-Lebanon. Washington khawatir dengan eskalasi serius menyusul pembunuhan seorang komandan senior Hizbullah, yang memicu peluncuran ratusan roket dan drone ke Israel utara.
Potensi eskalasi yang meluas sangat besar dan memiliki konsekuensi serius bagi Lebanon dan seluruh kawasan. Hochstein menyatakan kekhawatirannya akan kesalahan perhitungan atau kecelakaan yang dapat memicu perang. “Sebuah rudal yang meleset dari sasaran bisa memaksa kedua negara untuk membalas dan membawa kita ke dalam perang,” ujarnya.
Kondisi ini menyoroti betapa rapuhnya perdamaian di wilayah tersebut dan perlunya upaya deeskalasi yang serius untuk mencegah konflik lebih lanjut. Dengan tensi yang terus meningkat, semua pihak berharap agar ketegangan dapat dikurangi dan solusi damai bisa tercapai.
Komentar