Menlu AS Batal ke Korea Utara, China Kritik Keras Trump

Jakarta-BP: China menyebut Presiden Amerika Serikat Donald Trump sebagai figur "tak bertanggungjawab", setelah Trump membatalkan kunjungan Menteri Luar Negeri AS Mike Pompeo ke Korea Utara dan mendeskripsikan Beijing sebagai salah satu faktor yang menunda Pyongyang untuk melakukan perlucutan senjata serta denuklirisasi.

Pompeo sebelumnya dijadwalkan akan melakukan kunjungan keempatnya ke Pyongyang pekan depan untuk apa yang ia gambarkan sebagai langkah selanjutnya menuju "denuklirisasi akhir Korea Utara yang sepenuhnya diverifikasi".

Tetapi Trump yang tengah menghadapi banyak masalah dalam negeri dan menerima laporan independen bahwa Korea Utara telah hanya melakukan sedikit atau tidak sama sekali upaya untuk denuklirisasi membatalkan rencana kunjungan Pompeo ke Pyongyang.

Pemimpin AS mengatakan dia telah meminta Pompeo untuk tidak pergi ke Pyongyang "karena saya merasa kami tidak membuat kemajuan yang cukup sehubungan dengan denuklirisasi Semenanjung Korea".

Trump juga meningkatkan retorikanya terhadap China, di tengah perang dagang yang berkecamuk antara dua ekonomi teratas dunia.

"Karena sikap perdagangan kami yang jauh lebih ketat dengan China, saya tidak percaya mereka membantu proses denuklirisasi (Korea Utara) seperti dulu," meskipun ada sanksi PBB terhadap Pyongyang, tambah Trump yang menuduh Beijing sebagai salah satu faktor yang menahan Pyongyang untuk melakukan perlucutan senjata serta denuklirisasi.

Beijing membalas tuduhan Trump yang mereka sebut sebagai komentar orang yang "inkonsisten" dan mengatakan telah mengajukan pengaduan diplomatik resmi atas komentar tersebut.

"Pernyataan AS bertentangan dengan fakta-fakta dasar dan tidak bertanggung jawab. Kami sangat prihatin tentang ini," kata juru bicara kementerian luar negeri Lu Kang dalam sebuah pernyataan yang diposting di situs web kementerian, seperti dikutip dari The New Zealand Herald, Minggu (26/8/2018).

"Semua pihak yang terkait harus ... menunjukkan lebih banyak kesungguhan dan fleksibilitas, bukannya berubah-ubah dan menyalahkan orang lain."

Donald Trump dan pemimpin Korea Utara Kim Jong-un membuat komitmen samar untuk mencapai "denuklirisasi Semenanjung Korea" pada pertemuan puncak penting di Singapura pada Juni 2018.

Trump telah menyebut bahwa pembicaraannya dengan Kim Jong-un sebagai terobosan bersejarah, tetapi kedua belah pihak sejak itu mengeluhkan tentang tersendatnya kemajuan tentang kesepatan yang mereka buat di Singapura.

Washington menyerukan embargo ekonomi pada Korea Utara untuk tetap dipertahankan, mengatakan sanksi harus tetap berlaku atau bahkan diperketat, sampai Pyongyang membongkar persenjataan nuklirnya.

Tetapi China dan Rusia berpendapat bahwa Korea Utara harus diberi imbalan dengan prospek peringanan sanksi karena telah mau membuka dialog dengan AS dan menghentikan uji coba rudal.

Sebelum Trump mengumumkan pembatalan itu, Menteri Luar Negeri AS Mike Pompeo dikabarkan sedang bersiap untuk melakukan kunjungan keempat ke Pyongyang dalam waktu dekat, guna mengadakan perundingan nuklir dengan Korea Utara dan bertatap muka dengan Kim Jong-un.

Perjalanan itu dapat menyebabkan Korea Utara memberi AS daftar yang menguraikan persenjataan dan fasilitas produksi bahan baku nuklirnya, menurut surat kabar Korea Selatan The Korea Times.

Menetapkan daftar komprehensif mengenai ukuran program nuklir dan lokasi uji coba telah lama menjadi tuntutan para perunding AS, dan akan mewakili konsesi yang signifikan dari Korea Utara jika Pyongyang berkehendak untuk memberikannya dalam hal untuk mencapai denuklirisasi.

Sebagai imbalan, Pyongyang kemungkinan akan mencari pernyataan resmi dari AS tentang akhir dari Perang Korea 1950-53, yang dulu hanya berakhir dengan gencatan senjata daripada perjanjian damai, serta, peringanan sanksi.

Itu juga akan memberikan perkembangan positif tersendiri bagi sang Menlu AS, yang selama ini bersikap skeptis atas rencana denuklirisasi Korea Utara. Awal bulan ini, Pompeo mengatakan bahwa Korea Utara belum memenuhi janjinya untuk denuklirisasi.

Laporan mengenai rencana kunjungan Menlu AS Mike Pompeo ke Korea Utara itu muncul setelah sebuah laporan baru yang dirilis pengawas nuklir PBB, mengungkapkan "keprihatinan serius" bahwa Pyongyang terus mengembangkan program nuklirnya.

Padahal, negara itu telah berkomitmen untuk melakukan denuklirisasi, sebuah janji yang diutarakan oleh pemimpin Korut Kim Jong-un dalam pertemuan puncak dengan Presiden Amerika Serikat Donald Trump di Singapura pada Juni lalu.

Badan Energi Atom Internasional (IAEA) menulis dalam laporan yang diterbitkan Senin 20 Agustus bahwa Korea Utara masih melanjutkan konstruksi dan aktivitas, di beberapa lokasi di dalam dan di sekitar fasilitas penelitian dan pengembangan nuklir di Yongbyon Nuclear Scientific Research Center, 100 km utara Pyongyang. Demikian seperti dikutip dari CBS News, Kamis 23 Agustus 2018.

IAEA juga menyebut bahwa inspektur bersertifikasi internasional juga belum mendapat akses dari Pyongyang untuk meninjau atau mengumpulkan bukti-bukti terkait proses denuklirisasi di Korea Utara.

Badan itu, yang berbasis di Jenewa, mengatakan bahwa "kegiatan nuklir Korea Utara yang terus berlanjut merupakan pelanggaran jelas atas resolusi Dewan Keamanan PBB", dan "sangat menyesalkan" langkah Korut untuk terus mengembangkan nuklir. (LIP6/JP)

Penulis:

Baca Juga