Depok,harianbatakpos.com – Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Bahlil Lahadalia secara resmi menyandang gelar doktor setelah berhasil menyelesaikan Sidang Terbuka Promosi Doktor di Universitas Indonesia. Sidang yang digelar oleh Program Kajian Stratejik dan Global ini menguji disertasi Bahlil yang berjudul “Kebijakan, Kelembapan dan Tata Kelola Hilirisasi Nikel yang Berkeadilan dan Berkelanjutan di Indonesia.”
Ketua Program Studi Kajian Wilayah Jepang UI, I Ketut Surajaya, yang bertindak sebagai Ketua Sidang, menyatakan bahwa Bahlil dinyatakan lulus dengan predikat Cumlaude. “Berdasarkan hasil sidang tertutup dan capaian publikasi ilmiah, kami memutuskan untuk mengangkat saudara Bahlil Lahadalia sebagai doktor,” ujar Surajaya di Universitas Indonesia, Rabu (16/10).
Disertasi Bahlil menyoroti aspek keadilan dalam kebijakan hilirisasi nikel di Indonesia, terutama bagi masyarakat daerah penghasil nikel. Menurut Bahlil, selama ini kebijakan hilirisasi nikel lebih berpusat di Jakarta, tanpa memperhatikan dampak langsung yang dirasakan oleh masyarakat lokal di wilayah penghasil nikel seperti Morowali di Sulawesi Tengah dan Halmahera di Maluku Utara.
Dalam penelitiannya, Bahlil menemukan bahwa meskipun hilirisasi nikel berhasil meningkatkan nilai ekspor secara signifikan, masyarakat daerah mengalami dampak negatif, terutama dalam aspek kesehatan. Ia mengungkapkan bahwa sekitar 54 persen masyarakat di Kabupaten Morowali menderita infeksi saluran pernapasan atas (ISPA), yang diakibatkan oleh aktivitas industri yang masif. “Beban tanggung jawab mereka sangat besar, dari masalah kesehatan, lingkungan, hingga infrastruktur seperti jalan dan pengelolaan sampah,” papar Bahlil.
Selain itu, ia juga menyoroti ketimpangan peluang bagi pengusaha lokal. Dalam industri hilirisasi nikel, Bahlil mencatat bahwa investor dari Jakarta dan luar negeri mendominasi, sementara pelaku usaha daerah kerap tersisih. Oleh karena itu, Bahlil mengusulkan reformulasi kebijakan, di mana 30 hingga 42 persen penerimaan negara dari sektor ini harus dialokasikan untuk daerah penghasil.
Bahlil mengaku terjun langsung ke lapangan untuk melakukan penelitian, termasuk mengunjungi Kabupaten Morowali dan PT Indonesia Weda Bay Industrial Park di Halmahera. Pengalaman ini memperkaya disertasinya dan menjadi dasar bagi usulannya tentang pentingnya kebijakan hilirisasi yang lebih berkeadilan dan berkelanjutan.
Sidang ini juga dihadiri oleh para penguji terkemuka, termasuk Chandra Wijaya sebagai promotor, serta Teguh Dartanto dan Athor Subroto sebagai kopromotor. Tim penguji lainnya meliputi akademisi senior seperti Margaretha Hanitha, Didik Junaidi Rachbini, Arif Satria, dan Kosike Mizono.
Dengan pencapaian akademik ini, Bahlil berharap dapat berkontribusi lebih besar dalam pengembangan kebijakan sektor energi yang tidak hanya menguntungkan secara ekonomi, tetapi juga memperhatikan aspek sosial dan lingkungan di daerah-daerah penghasil sumber daya.BP/CW1
Komentar