Medan, HarianBatakpos.com – Konflik antara menantu dan mertua merupakan salah satu tantangan besar dalam kehidupan rumah tangga, terutama jika pasangan suami istri tinggal bersama orangtua. Psikolog Yohana Domikus menegaskan pentingnya peran suami sebagai penengah untuk menjaga keharmonisan keluarga.
“Suami harus bijaksana dalam menanggapi perbedaan nilai atau kebiasaan antara kedua belah pihak (orangtua/mertua dan istri/menantu),” kata Yohana kepada Kompas.com, Selasa (31/12/2024).
Menurutnya, konflik antara menantu dan mertua seringkali dipicu oleh perbedaan nilai, kebiasaan, atau pola komunikasi. Ketika kedua belah pihak tidak memahami satu sama lain, masalah kecil dapat berkembang menjadi konflik besar.
Contohnya, jika mertua mengomentari kebiasaan menantu yang dianggap kurang sesuai, sementara menantu merasa sensitif terhadap komentar tersebut. Di sinilah mediasi dari suami atau anak laki-laki sang mertua dibutuhkan.
Menjadi penengah antara istri dan ibu bukanlah tugas yang mudah. Suami kerap merasa berada di posisi terjepit karena harus mendukung istrinya tanpa mengabaikan perasaan ibunya.
“Suami perlu menunjukkan dukungan penuh kepada istrinya, sehingga istri merasa dimotivasi dan didukung. Namun, di sisi lain, suami juga harus berbicara dengan ibunya untuk memberikan pemahaman tentang situasi,” ujar Yohana.
Komunikasi yang baik dan menunjukkan empati menjadi kunci agar suami dapat mengelola konflik dengan bijaksana. Dengan pendekatan yang tepat, hubungan antara menantu dan mertua dapat diperbaiki secara perlahan.
Bagi para suami, yakinkan kedua belah pihak, yakni ibu dan istri, bahwa perbedaan yang ada adalah bagian dari proses adaptasi. “Jika komunikasi berjalan dengan baik, konflik akan lebih mudah diredam,” katanya.
Peran suami sebagai penengah sangat vital dalam mengatasi konflik menantu dan ibu mertua. Dengan dukungan dan komunikasi yang efektif, keharmonisan keluarga dapat terjaga.
Komentar