Medan-BP: Salah satu televisi swasta Nasional dalam satu acara penutup, selalu mengingatkan warga Indonesia dengan kalimat, “Kami mengabarkan dan anda Memutuskan”. Artinya, dalam Pemilu yang jatuh pada 17 April 2019 mendatang bijak menentukan pilihannnya, baik DPR Pusat, DPD perwakian Daerah, Provinsi dan Kabupaten/Kota.
Memang, aba-aba atau warning ini sah-sah saja dimunculkan agar rakyat menentukan pilihan rekam jejak terutama terhadap calon yang tersandung kasus korupsi dan dijatuhi hukuman dalam sidang pengadilan dengan tujuan tidak salah memilih.
Melihat hari H Pilpres dan Caleg Provinsi, Kabupaten/Kota dan DPD Perwakilan Daerah semakin dekat, Media ini menelusuri dan meminta tanggapan masyarakat di daerah ini terhadap Calon DPD Perwakilan Daerah yang bakal duduk di pusat terutama yang pernah tersandung kasus korupsi dan mencalonkan diri.
Berdasarkan catatan, Caleg DPD mantan napi korupsi Ada 9 orang caleg DPD yang pernah menjadi narapidana kasus korupsi, yaitu: 1. DPD Provinsi Aceh, Abdullah Puteh, nomor urut 21 2. DPD Provinsi Sumatera Utara, Abdillah, nomor urut 39 3. DPD Provinsi Bangka Belitung, Hamzah, nomor urut 35 4. DPD Provinsi Sumatera Selatan, Lucianty, nomor urut 41 5. DPD Kalimantan Tengah, Ririn Rosyana, nomor urut 41 6. DPD Sulawesi Tenggara, La Ode Bariun, nomor urut 68 7. DPD Provinsi Sulawesi Tenggara, Masyhur Masie Abunawas, nomor urut 69 8. DPD Provinsi Sulawesi Tenggara, A Yani Muluk, nomor urut 67 9. DPD Provinsi Sulawesi Utara, Syachrial Kui Damapolii, nomor urut 40.
Untuk DPD Sumatera Utara Abdillah Mantan Waikota Medan dengan nomor urut 39, divonis 5 tahun penjara dan denda Rp250 juta dan kala itu juga diwajibkan membayar uang pengganti sebesar Rp17,86 miliar. (kompas.com-(22/9/2008).
Ketua Majelis Hakim, Edward Pattynasarani, di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi Jakarta, Senin (22/9) lalu saat itu menyatakan, Abdillah hanya terbukti melanggar pasal 3 UU No. 31 tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana diubah dengan UU No. 20 tahun 2001. Abdillah justru dinyatakan tidak terbukti melakukan dakwaan primair pasal 2 juncto pasal 18 UU No. 31 tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana.
Menurut dia, unsur-unsur dalam dakwaan primair telah terpenuhi. Namun, bapak dua anak itu tetap terbukti melakukan tindak pidana korupsi secara bersama-sama dengan Wakil Walikota Medan, Ramli, dalam pengadaan mobil pemadam kebakaran dan menyalahgunakan anggaran pendapatan dan belanja daerah (APBD) tahun anggaran 2003-2006.
Abdillah terbukti menganggap uang APBD sebagai milik pribadi dan digunakan untuk kepentingan istri, anak-anak, orang tua, dan orang lain. Dia menggunakan dana APBD sebesar Rp26,9 miliar selama 2002-2006. Pada 2003, dia menggunakan dana sebesar Rp11,5 miliar, Rp9,4 miliar pada 2004, Rp3,4 miliar pada 2005, dan Rp1,4 miliar pada 2006 dari APBD Kota Medan.Menurut majelis hakim, sikap Abdillah yang tidak mengakui dan tidak peka terhadap program pemerintah atas pemberantasan tindak pidana korupsi, memberatkan putusan hakim. “Sementara hal-hal yang meringankan, terdakwa bersikap sopan selama di persidangan, masih memiliki tanggunan, dan berhasil meningkatkan APBD Kota Medan Rp240 miliar pada 2000 menjadi Rp1,7 triliun pada tahun 2007,” tuturnya.
Sorotan Warga
Terkait majunya Abdillah menjadi DPD Utusan Sumatera Utara dengan nomor 39 pada pemilihan 17 April 2019 mendatang, mendapat sorotan dan komentar miring dari sebagian warga Sumatera Utara khususnya Kota Medan dan diniai “Berat” Menangkan Pertarungan Duduk Utusan DPD Sumut.
Mansur Warga Kecamatan Medan Area ketika diminta tanggapannya, kemarin, menyebutkan, majunya Abdillah menjadi utusan DPD dari Sumatera Utara, tidak akan berjalan mulus dan tidak akan dipilih warga karena memiliki rekam jejak telah pernah tersangkut hukum dan mendapat vonis 5 tahun penjara.
Mansur yang bekerja pada salah satu insansi swasta di Kota Medan itu mejelaskan, warga saat ini sudah jeli dan bijak menentukan pilihannya masing-masing. Artinya, warga Kota Medan akan menentukan pilihan dan perwakialan untuk menjadi anggota DPD Perwakian Sumut di Pusat yang bersih dan tidak pernah tersangkut hukum.
Apalagi, jelasnya lagi, sebagian besar saingan Abdillah yang maju untuk utusan DPD di Pusat itu sebagian besar memiliki rekam jejak yang baik dari berbagai kalangan politisi, pendidikan, tokoh asyarakat dan memiliki rekam jejak dan memberikan kontribusi terhadap kemajuan di daerah Sumut khususnya Kota Medan. “Jadi keberadaan Abdillah akan sia-sia dan tidak akan dipilih warga,” katanya.
Hal yang sama juga dikatakan Drajat warga Kecamatan Medan Tembung. Mantan walikota Medan itu seharusnya tidak perlu ikut bertarung untuk duduk di DPD Pusat mewakili Sumatera Utara di Pusat.
Saat menjabat Walikota Medan, banyak aseet Pemko Medan yang dipindahtangankan kepada pihak ketiga seperti Terminal Teladan sekarang ini menjadi Depatemen Store Ramayana, Lokasi taman Ria dan Medan fair menjadi lokasi belanja Carefour, Kebun Binatang Medan menjadi Rujk, Terminal Sei Wampu dan beberapa asset lainnya.
Sebagian warga Kota Medan menilai mantan Walikota Medan itu, memiliki raport yang kurang baik dan bagaimana mau dipilih dengan trek rekord yang seperti itu lagi, imbuh Drajat warga Kecamatan Medan Tembung itu lirih.
“Saya pribadi akan menentukan pilihan calon anggota DPD Pusat yang tidak bermasalah dan memiliki nilai yang baik serta memikirkan kemajuan dan perkembangan Sumut dan Medan ke depan,” tegasnya.
Sedangkan NIta warga Jalan Brigjen Katamso Kelurahan Sei Mati Kecamatan Medan Maimun menyebutkan, spanduk Abdillah banyak terpasang di beberapa jalan inti kota di daerah ini dan mendapat perhatian yang miring dari sebegian warga Kota Medan.
Sebagai mantan Walikota Medan, Abdillah akan berat untuk terpilih menjadi anggota DPD utusan Sumut, apalagi pesaingnya sangat ketat dan telah memiliki prestasi dari berbagai ilmu dan mempunyai rekam jejaak yang baik serta tidak tersangkut pidana, katanya.
Tidak berhasil
Ketika hal ini coaba dikonfirmasikan kepada calon DPD RI Abdillah dengan nomor urut 39 memalui poselnya HP 082370832xxx, tidak berhasil. TIM
Komentar