Medan, HarianBatakpos.com – Direktorat Jenderal Bea dan Cukai Kementerian Keuangan Republik Indonesia baru-baru ini mengungkap sebuah praktik yang berpotensi merugikan citra perdagangan nasional. Modus operandi perusahaan-perusahaan asal Tiongkok yang mengirimkan barang dagangan mereka melalui wilayah Indonesia dengan tujuan mengakali tarif impor yang diberlakukan oleh Amerika Serikat menjadi sorotan utama.
Informasi krusial ini disampaikan langsung oleh Direktur Jenderal Bea dan Cukai, Askolani, dalam sebuah rapat dengar pendapat bersama Komisi XI di Kompleks Parlemen, Jakarta, pada hari Rabu (7/5). Fenomena siasat perusahaan China ini menimbulkan pertanyaan serius mengenai integritas rantai pasok global dan potensi dampaknya terhadap perekonomian Indonesia, dilansir dari laman kompas.com.
Menurut Askolani, taktik yang digunakan oleh perusahaan-perusahaan tersebut melibatkan pengiriman barang ke Indonesia terlebih dahulu, sebelum kemudian diekspor kembali ke Amerika Serikat seolah-olah produk tersebut berasal dari Indonesia.
Pernyataan tegas Askolani, “Yang kita tahu kalau dia tidak bisa masuk ke Amerika, dia bisa masuk ke wilayah lain, yang mungkin satu-dua hari ini kalau Bapak-Ibu baca, barang China itu juga sudah masuk ke Eropa,” mengindikasikan bahwa praktik serupa juga terdeteksi di kawasan lain.
Pemerintah Indonesia, melalui Direktorat Jenderal Bea dan Cukai, menyatakan kesiapannya dalam merumuskan langkah-langkah antisipatif untuk menangkal potensi kerugian akibat praktik siasat perusahaan China ini.
Meskipun Askolani belum secara eksplisit menyebutkan apakah pihaknya telah menemukan kasus konkret terkait siasat perusahaan China di Indonesia, penekanan pada kesiapan pemerintah dalam menghadapi ancaman ini menunjukkan keseriusan dalam menanggapi isu tersebut.
Lebih lanjut, Askolani menjelaskan bahwa Indonesia memiliki instrumen kebijakan berupa bea masuk antidumping dan bea masuk tindakan pengamanan yang diyakini dapat menjadi perisai untuk mencegah praktik serupa meluas. “Yang intinya disiapkan pemerintah untuk menghadapi antisipasi pelarian, pemasukan barang-barang yang sebelumnya ke Amerika, kalau sampai ke Indonesia,” tegasnya.
Praktik serupa sebelumnya terendus di Korea Selatan, di mana perusahaan-perusahaan China kedapatan mengirimkan barang mereka ke Negeri Ginseng sebelum diekspor ke Amerika Serikat. Langkah ini diduga kuat bertujuan untuk menghindari tarif dagang tinggi yang dikenakan oleh AS terhadap produk-produk asal China, yang mencapai angka fantastis 145 persen. Sebagai perbandingan, barang-barang yang berasal dari Korea Selatan hanya dikenakan tarif sebesar 25 persen. Data dari Bea Cukai Korea Selatan yang dikutip oleh Nikkei Asia mengungkapkan bahwa nilai barang-barang China yang secara curang dilabeli sebagai buatan Korea Selatan mencapai 29,5 miliar won atau setara dengan Rp345,9 miliar. Lebih mengkhawatirkan lagi, 97 persen dari barang-barang tersebut pada akhirnya dikirimkan ke Amerika Serikat.
Catatan nilai barang ilegal berlabel Korea Selatan ini telah mencapai 85 persen dari total catatan sepanjang tahun 2024, di mana nilai totalnya mencapai 34,8 miliar won atau sekitar Rp408 miliar.
Temuan ini menggarisbawahi betapa masifnya praktik siasat perusahaan China dalam memanfaatkan negara ketiga sebagai jalur alternatif untuk menghindari tarif perdagangan internasional. Implikasi dari praktik ini tidak hanya merugikan potensi pendapatan negara tujuan ekspor, tetapi juga dapat mendistorsi pasar dan merugikan produsen lokal di negara transit seperti Indonesia jika tidak ditangani dengan tegas.
Pemerintah Indonesia kini dihadapkan pada tantangan untuk memperketat pengawasan dan implementasi kebijakan kepabeanan guna mencegah Indonesia menjadi ‘jembatan’ bagi praktik siasat perusahaan China.
Langkah-langkah antisipatif yang sedang disiapkan diharapkan mampu melindungi kepentingan nasional dan menjaga integritas sistem perdagangan Indonesia di mata dunia. Keberhasilan dalam menangkal praktik siasat perusahaan China ini akan menjadi krusial dalam menjaga kepercayaan mitra dagang dan memastikan persaingan yang sehat di kancah internasional.
Sebagai penutup, terungkapnya modus siasat perusahaan China yang memanfaatkan Indonesia untuk menghindari tarif impor AS merupakan isu serius yang memerlukan respons cepat dan terukur dari pemerintah. Langkah-langkah antisipasi yang tengah disiapkan menjadi krusial untuk melindungi kepentingan ekonomi nasional dan menjaga citra Indonesia di mata dunia perdagangan.
Komentar