Politik
Beranda » Berita » Netanyahu Tolak Gencatan Senjata dengan Hizbullah: Perpecahan di Kabinet dan Tekanan Internal

Netanyahu Tolak Gencatan Senjata dengan Hizbullah: Perpecahan di Kabinet dan Tekanan Internal

Sumber : KOMPAS.com

Lebanon, harianbatakpos.com – Perdana Menteri Israel, Benjamin Netanyahu, memutuskan menolak proposal gencatan senjata dengan Hizbullah di Lebanon, meski semula tawaran tersebut telah dikoordinasikan dengan Amerika Serikat. Keputusan ini memicu spekulasi, terutama setelah Netanyahu sebelumnya dianggap menyetujui rencana tersebut, sebelum akhirnya berubah pikiran.

Amerika Serikat, bersama sekutu-sekutunya, sebelumnya mengusulkan gencatan senjata selama 21 hari di Lebanon setelah serangan udara Israel yang menewaskan ratusan orang dan memaksa puluhan ribu lainnya mengungsi. Namun, Netanyahu memerintahkan militer Israel untuk melanjutkan serangan penuh terhadap Hizbullah, tanpa mengindahkan usulan damai tersebut.

“Kami belum menanggapi proposal itu,” ujar Netanyahu. Pernyataan ini kontras dengan pernyataan Gedung Putih yang mengklaim bahwa gencatan senjata telah dikonsultasikan dengan Israel sebelum diumumkan. “Kami merasa nyaman dalam merilis [pernyataan] tadi malam,” kata Sekretaris Pers Gedung Putih, Karine Jean-Pierre.

Kasus Ijazah Palsu: Polda Metro Jaya Periksa Ade Darmawan

Media Israel Haaretz melaporkan bahwa Netanyahu dan beberapa menterinya telah mengetahui rencana gencatan senjata itu, dan bahkan memberikan persetujuan awal. Namun, di tengah perjalanan menuju Sidang Majelis Umum PBB di New York, Netanyahu menghadapi kritik keras dari anggota kabinetnya sendiri, yang mengubah sikapnya secara drastis.

Perpecahan di internal kabinet Netanyahu menjadi salah satu alasan utama di balik perubahan sikapnya. Tiga menteri kunci dalam koalisi pemerintahan secara terbuka menyatakan penolakan terhadap gencatan senjata, termasuk Menteri Keuangan Israel, Bezalel Smotrich, yang mendesak agar perang dengan Hizbullah terus berlanjut hingga kelompok tersebut hancur total.

“Serangan di utara harus diakhiri dengan satu hasil: menghancurkan Hizbullah dan menghilangkan kemampuannya untuk menyakiti warga Israel,” tegas Smotrich.

Menteri Keamanan Nasional, Itamar Ben Gvir, bahkan mengancam akan memboikot sidang kabinet jika proposal gencatan senjata diterima. Ia juga mengancam akan mengundurkan diri dari pemerintahan jika perang dihentikan. “Ketika musuh Anda bertekuk lutut, Anda tidak membiarkan mereka pulih, tetapi sebaliknya, Anda mengalahkan dan menggulingkan mereka,” ujar Ben Gvir.

Fraksi PAN Dukung Langkah Prabowo Cabut Izin Tambang

Menteri Luar Negeri Israel, Israel Katz, juga bergabung dalam barisan penentang. Katz menegaskan bahwa tidak akan ada gencatan senjata di wilayah utara. “Kami akan terus berjuang melawan organisasi teroris Hizbullah dengan seluruh kekuatan kami hingga kemenangan diraih dan penduduk utara dapat kembali ke rumah mereka dengan selamat,” katanya.

Keputusan Netanyahu untuk menolak proposal gencatan senjata ini tampaknya didorong oleh tekanan politik dari dalam negerinya sendiri. Kritikan dari menteri-menteri berpengaruh dalam kabinetnya memaksa Netanyahu untuk mengubah pendiriannya, meski itu berarti mempertaruhkan hubungan diplomatik dengan sekutu utamanya, Amerika Serikat.

Tindakan Netanyahu ini menegaskan bahwa perang melawan Hizbullah akan terus berlangsung tanpa kompromi, setidaknya dalam waktu dekat. Perpecahan internal di kabinet Israel juga menunjukkan bahwa pemerintahan Netanyahu berada dalam posisi sulit, terjepit di antara tekanan politik domestik dan diplomasi internasional.

Dengan meningkatnya tensi di wilayah tersebut, masa depan perdamaian di perbatasan Israel-Lebanon tampaknya masih jauh dari kenyataan, dan tekanan untuk melanjutkan pertempuran akan terus berlanjut. BP/CW1

Komentar

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *