Jakarta, HarianBatakpos.com – Nilai tukar rupiah terhadap dolar AS yang telah menembus Rp16.860 per dolar Amerika Serikat (AS) belum menyebabkan pembengkakan belanja subsidi energi dalam APBN 2025. Menteri Keuangan Sri Mulyani menyebut bahwa subsidi energi tetap terjaga karena APBN 2025 sudah mengantisipasi harga minyak mentah yang lebih tinggi.
Meskipun kurs dalam APBN 2025 dipatok pada Rp16.000 per dolar AS, asumsi harga minyak sudah disiapkan di level US$82 per barel. Angka ini jauh lebih tinggi dari harga minyak acuan dunia saat ini, seperti Brent yang berada di kisaran US$65 per barel. Dengan demikian, meski rupiah melemah, belanja subsidi energi tidak ikut membengkak karena harga minyak global berada di bawah asumsi.
Menurut Sri Mulyani, harga minyak mentah saat ini tercatat turun secara bulanan 12,8%, year-to-date 12,1%, dan secara tahunan (year-on-year) juga turun 9,1%. Ia menegaskan bahwa dengan harga minyak dunia saat ini yang berada di kisaran US$64 hingga US$65 per barel, subsidi energi justru bisa lebih hemat karena selisih harga tersebut.
Realisasi belanja subsidi dan kompensasi energi hingga 31 Maret 2025 tercatat sebesar Rp32 triliun. Angka ini hanya naik 7,6% dibanding periode yang sama tahun lalu, yakni Rp30,1 triliun. Rinciannya, subsidi energi mencapai Rp32,2 triliun dan subsidi non-energi sebesar Rp183,9 miliar.
Detail realisasi subsidi mencakup volume BBM sebesar 2,90 juta kiloliter, naik 3,5% dibandingkan 2,8 juta kiloliter pada Maret 2024. Subsidi untuk LPG 3 Kg mencapai 1,36 miliar kg, meningkat 2,9% dari 1,32 miliar kg tahun lalu. Pelanggan listrik bersubsidi juga bertambah menjadi 41,9 juta, naik 4,2% dari 40,2 juta pelanggan. Sedangkan subsidi pupuk mencapai 1,7 juta ton, tumbuh signifikan 27,7% dibandingkan 1,3 juta ton pada periode yang sama tahun sebelumnya.
Selain menjaga subsidi energi, Sri Mulyani juga memaparkan bahwa defisit APBN per Maret 2025 mencapai Rp104,2 triliun atau 0,43% dari PDB. Ini baru sekitar 16,9% dari total target defisit dalam APBN 2025 yang dipatok sebesar Rp616,2 triliun atau 2,53% dari PDB.
Dari sisi pendapatan, negara baru mengumpulkan Rp516,1 triliun atau 17,2% dari target Rp3.005,1 triliun. Sementara belanja negara mencapai Rp620,3 triliun atau 17,1% dari target Rp3.621,3 triliun. Realisasi pendapatan tersebut terdiri dari penerimaan perpajakan sebesar Rp400,1 triliun dan PNBP Rp115,9 triliun. Penerimaan pajak sendiri berjumlah Rp322,6 triliun, sedangkan bea dan cukai sebesar Rp77,5 triliun.
Adapun belanja pemerintah pusat sudah mencapai Rp413,2 triliun, termasuk belanja kementerian/lembaga Rp196,1 triliun dan belanja non-K/L Rp217,1 triliun. Sementara transfer ke daerah mencapai Rp207,1 triliun atau 22,5% dari pagu Rp919,9 triliun.
Meski nilai tukar rupiah melemah, efisiensi subsidi energi dan terkendalinya defisit APBN menunjukkan bahwa pemerintah berhasil menjaga stabilitas fiskal. Pengelolaan anggaran yang hati-hati akan menjadi kunci dalam menjaga kepercayaan pasar dan memperkuat ketahanan ekonomi nasional.
Komentar