Jakarta, HarianBatakpos.com – Nilai tukar rupiah dan sejumlah mata uang Asia menunjukkan pergerakan variatif terhadap dolar Amerika Serikat (AS) pada Rabu pagi ini, 9 April 2025. Pelemahan rupiah terjadi menjelang penerapan tarif resiprokal AS yang akan berdampak pada hubungan dagang global dan kestabilan pasar keuangan.
Mengutip data dari Refinitiv pada pukul 09:21 WIB, rupiah menjadi mata uang dengan penurunan terdalam terhadap dolar AS yakni sebesar 0,53%. Sementara itu, ringgit Malaysia melemah 0,16%, dan yuan China terdepresiasi 0,14%.
Sebaliknya, won Korea Selatan mencatatkan penguatan sebesar 0,45%, yen Jepang menguat 0,35%, dan peso Filipina naik 0,27%. Di sisi lain, indeks dolar AS (DXY) tercatat turun 0,49% ke level 102,44, menunjukkan pelemahan dolar AS secara global.
Pelemahan kurs rupiah dan mata uang Asia lainnya dipicu oleh kekhawatiran pasar terhadap kebijakan ekonomi Amerika Serikat. Presiden AS Donald Trump dipastikan akan memberlakukan kebijakan tarif timbal balik atau tarif resiprokal terhadap produk impor dari berbagai negara, termasuk Indonesia, mulai 9 April 2025 pukul 11.00 WIB.
Menteri Perdagangan AS, Howard Lutnick, menyatakan kepada CNBC International bahwa pemerintahan Trump tidak akan menunda kebijakan tersebut. “Tarif akan tetap berlaku. Tidak ada penundaan. Presiden ingin mengatur ulang perdagangan global,” tegasnya, Senin (07/04/2025).
Ia menambahkan bahwa AS memiliki defisit perdagangan yang besar sementara banyak negara lain menikmati surplus. Kebijakan ini disebut akan terus diterapkan selama berminggu-minggu, meskipun pasar saham global menunjukkan tren penurunan.
Kebijakan tarif resiprokal AS ini turut memicu ketegangan dagang dengan China. Trump mengancam akan menaikkan tarif tambahan sebesar 50% atas impor dari China jika Beijing tidak mencabut kebijakan balasannya. Jika hal ini terjadi, maka total tarif barang dari China di pasar AS bisa mencapai 104%.
Ancaman tersebut dipublikasikan melalui platform Truth Social dan menjadi puncak dari eskalasi konflik dagang antara dua kekuatan ekonomi dunia. Sejak pengumuman tarif pada 2 April 2025 lalu, pasar saham global telah mengalami tekanan berat selama tiga hari berturut-turut.
Sebelumnya, Gedung Putih mengumumkan penerapan tarif 34% atas impor dari China. Sebagai respons, China juga mengenakan tarif serupa terhadap barang-barang asal AS. Ketegangan ini memicu kekhawatiran investor global dan memperparah tekanan terhadap mata uang negara berkembang, termasuk Indonesia.
Kondisi nilai tukar rupiah terhadap dolar AS masih sangat dipengaruhi oleh dinamika geopolitik dan kebijakan ekonomi global. Investor kini terus memantau langkah-langkah selanjutnya dari kedua negara, sembari menyesuaikan strategi investasi di tengah ketidakpastian yang tinggi.
Komentar