Peristiwa
Beranda » Berita » Organisasi RAHIM: Antara Misi Perdamaian dan Kontroversi Politik

Organisasi RAHIM: Antara Misi Perdamaian dan Kontroversi Politik

Kunjungan lima Nahdliyin ke Israel dan pertemuan mereka dengan Presiden Isaac Herzog.

Jakarta, – BP: 16 Jul 2024 Kunjungan lima Nahdliyin ke Israel dan pertemuan mereka dengan Presiden Isaac Herzog telah menciptakan gelombang kontroversi yang mengguncang Indonesia. Apalagi setelah Ketua Umum PBNU, KH Yahya Cholil Staquf, mengungkap bahwa nama NU dicatut oleh organisasi bernama RAHIM. Namun, apa sebenarnya organisasi RAHIM?

 

Polemik Terkait Kunjungan 5 Nahdliyin

Pelecehan Seksual di Pesawat Citilink Rute Denpasar-Jakarta, Pelaku Ditangkap

 

Foto pertemuan lima Nahdliyin dengan Presiden Israel baru-baru ini memicu reaksi keras di media sosial dan di kalangan masyarakat. Sebelumnya, Ketua PBNU, Savic Ali, menegaskan bahwa kunjungan tersebut bukan atas nama NU dan menyesalkan tindakan yang dianggapnya tidak selaras dengan sikap resmi PBNU yang mendukung Palestina.

 

Menurut Zainul Maarif, salah satu dari lima Nahdliyin yang berkunjung, mereka melakukan perjalanan ini atas nama pribadi untuk tujuan penelitian lapangan, bukan sebagai utusan resmi NU.

Warga Prancis Terpidana Mati di Indonesia, Serge Atlaoui Dapat Pembebasan Bersyarat

 

Catutan Nama oleh RAHIM

 

Gus Yahya dalam konferensi persnya mengungkapkan bahwa RAHIM menggunakan nama dan logo LBM NU secara tidak sah di website mereka, yang kemudian dihapus setelah klarifikasi dari PBNU. RAHIM, atau The Ibrahim Heritage Study Center for Peace, didirikan dengan tujuan mempromosikan perdamaian melalui riset dan pendidikan antar-agama.

 

Visi dan Misi RAHIM

 

RAHIM menegaskan komitmennya untuk membangun kerukunan antaragama, khususnya antara Muslim dan Yahudi, melalui penelitian ilmiah dan dialog. Namun, meskipun memiliki tujuan perdamaian global, organisasi ini kini terlibat dalam kontroversi terkait penggunaan nama dan logo yang menimbulkan kesalahpahaman.

 

Respons dan Klarifikasi

 

Muhammadiyah dan MUI turut memberikan tanggapan keras terhadap kunjungan lima Nahdliyin tersebut. Muhammadiyah menilai tindakan tersebut sebagai tidak memiliki hati nurani, sementara MUI mendesak untuk segera meminta maaf atas perbuatan yang dianggap memalukan Indonesia.

 

Sementara itu, Kementerian Luar Negeri RI melalui Juru Bicara Roy Soemirat menegaskan bahwa kunjungan tersebut tidak mencerminkan sikap resmi pemerintah Indonesia terhadap Israel.

 

Penutup

 

Kontroversi ini sekali lagi menggarisbawahi pentingnya transparansi dan integritas dalam hubungan internasional serta keberadaan lembaga sipil dalam konteks politik global yang sensitif.

 

 

Komentar

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *