Medan, HarianBatakpos.com – Otto Iskandar Dinata, yang dikenal dengan julukan Si Jalak Harupat, merupakan salah satu tokoh penting dalam perjuangan kemerdekaan Indonesia. Lahir pada 31 Maret 1897 di Bojongsoang, Kabupaten Bandung, Otto meninggal dunia pada 20 Desember 1945 di usia 48 tahun.
Wafatnya Otto Iskandar Dinata menandai berakhirnya perjalanan hidup seorang pahlawan yang telah banyak berjasa dalam memperjuangkan kemerdekaan Indonesia. Peringatan atas wafatnya Otto Iskandar Dinata menjadi momen untuk mengenang dedikasi dan perjuangannya, dilansir dari Liputan6.com.
Otto Iskandar Dinata: Pahlawan yang Berani Menghadapi Penindasan
Otto Iskandar Dinata lahir dari keturunan bangsawan yang memiliki semangat juang tinggi. Ayahnya, Raden Haji Adam Rahmat, dan ibunya, Siti Hidayah, menanamkan nilai-nilai perjuangan sejak dini. Sejak muda, Otto telah menunjukkan keberaniannya dalam melawan penjajahan.
Terinspirasi oleh bacaan koran De Expres yang mengkritik Belanda, Otto mulai terlibat dalam organisasi pergerakan seperti Boedi Oetomo dan Paguyuban Pasundan. Di bawah kepemimpinan Otto, Paguyuban Pasundan berkembang pesat, bahkan mendirikan sekolah dan bank.
Sebagai anggota Volksraad, Otto tak segan untuk mengecam kebijakan pemerintah kolonial. Keberanian dan semangatnya untuk memperjuangkan kemerdekaan membuatnya dikenal dengan julukan Si Jalak Harupat.
Ia juga aktif dalam mendirikan Badan Keamanan Rakyat (BKR), yang kemudian berkembang menjadi Tentara Nasional Indonesia (TNI). Otto adalah sosok yang memperkenalkan slogan “Indonesia Merdeka” yang menjadi semboyan perjuangan bangsa.
Wafatnya Otto Iskandar Dinata dan Penghormatan Sebagai Pahlawan Nasional
Pada 20 Desember 1945, Otto Iskandar Dinata meninggal dunia, diduga menjadi salah satu korban Laskar Hitam di Pantai Mauk, Tangerang. Meskipun jenazahnya tidak pernah ditemukan, pengorbanannya tetap dikenang.
Pada 6 November 1973, ia dianugerahi gelar Pahlawan Nasional melalui Surat Keputusan Presiden Republik Indonesia No. 088/TK/Tahun 1973. Wajah Otto Iskandar Dinata juga tercetak dalam uang kertas pecahan Rp20.000 yang dikeluarkan Bank Indonesia pada 29 Desember 2004.
Komentar