Oleh : Edyson Tanjung, S.H., M.H
Sektor ekonomi merupakan salah satu sektor yang mengalami perlambatan serta kerugian akibat dari pandemi Covid – 19. Berbagai segmen yang berhubungan dengan bidang ekonomi yaitu seperti pihak pemerintah, pihak pengusaha, proses produksi / pekerjaan, faktor ketersediaan bahan baku, daya beli masyarakat sampai dengan nasib para pekerja dihadapkan dengan ketidakpastian tentang jangka waktu sampai kapan pandemi Covid – 19 akan berakhir.
Indonesia sebagai salah satu negara didunia saat ini juga mengalami pandemi Covid – 19. Tidak hanya mengalami hal tersebut, tetapi Indonesia turut menghadapi perlambatan khususnya dibidang ekonomi. Dalam menghadapi serta meminimalisir dampak dari perlambatan ekonomi, Presiden mengeluarkan Instruksi Presiden (Inpres) Nomor 4 Tahun 2020 tentang Refocusing Kegiatan, Realokasi Anggaran serta Pengadaan Barang dan Jasa dalam rangka percepatan penanganan Covid – 19.
Melalui Inpres ini, Otoritas Jasa Keuangan (OJK) sebagai perwakilian pemerintah memberikan kelonggaran / relaksasi kredit dibawah Rp. 10 Milliar untuk Usaha Mikro Kecil dan Menengah (UMKM) berupa penurunan bunga serta penundaan cicilan kredit selama 1 (Satu) tahun baik dari pihak perbankan maupun industri keuangan non bank.
Pihak pengusaha merupakan salah satu pihak selain pemerintah yang secara langsung merasakan kerugian ekonomi akibat pandemi Covid – 19. Para pengusaha berusaha untuk melakukan berbagai tindakan dalam rangka mengurangi kerugian ekonomi yang dialaminya.
Tindakan penghematan dilakukan yaitu seperti pengurangan waktu operasional kerja sehingga dapat menghemat biaya operasional, pengurangan biaya yang tidak penting sampai dengan pengurangan jumlah pekerja. Tindakan penghematan terakhir yaitu perihal pengurangan jumlah pekerja menjadi fokus tersendiri bagi pemerintah, pengusaha dan masyarakat.
Pengurangan jumlah pekerja yang dilakukan oleh pihak perusahaan dalam rangka meminimalisir kerugian ekonomi akibat pandemi Covid – 19 kemudian dibagi menjadi 2 (dua) jenis tindakan meliputi Pemutusan Hubungan Kerja (PHK) dan pekerja dirumahkan sampai dengan batas waktu yang belum ditentukan.
Pemutusan Hubungan Kerja (PHK) terdapat di dalam Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan. Sedangkan untuk pekerja dirumahkan merupakan tindakan sebelum upaya terakhir yaitu Pemutusan Hubungan Kerja (PHK). Hal ini sesuai dengan Surat Edaran Menteri Tenaga Kerja No. SE – 907 / MEN /PHI-PPHI /X / 2004 tentang Pencegahan Pemutusan Hubungan Kerja Massal.
Pekerja yang dirumahkan oleh pengusaha bertujuan tidak hanya untuk mengurangi atau meminimalisir biaya operasional yaitu perihal upah (gaji) tetapi juga untuk mencegah semakin meluasnya penyebaran Covid – 19.
Pihak pengusaha dalam hal ini merupakan pihak yang memegang kendali penuh tentang ketentuan periode waktu pekerja dirumahkan. Ketentuan tersebut merupakan hak preogratif dari pihak pengusaha. Peran pekerja hanya menunggu kepastian apakah dapat bekerja kembali atau bahkan tidak dapat bekerja seperti sebelumnya. Kenyataan tersebut tidak hanya menyebabkan status pekerja menjadi tidak jelas, tetapi pekerja juga dihadapkan pada permasalahan lainnya yaitu perihal pemasukan dalam hal ini upah (gaji).
Menjadi suatu yang umum bahwa seorang pekerja akan diberikan upah (gaji) oleh pihak pengusaha apabila dirinya melaksanakan pekerjaan, tetapi dalam kondisi pekerja dirumahkan karena pandemi Covid – 19 menimbulkan pertanyaan apakah mereka yaitu pekerja yang dirumahkan mendapatkan upah (gaji) atau tidak. Saat ini di Indonesia tidak terdapat peraturan perundang-undangan yang secara jelas dan spesifik yaitu mengatur perihal pemberian upah (gaji) selama pekerja dirumahkan terutama akibat dari pandemi Covid – 19.
Pemerintah Indonesia melalui Menteri Ketenagakerjaan hanya mengeluarkan Surat Edaran Nomor M /3 / HK.04 /III / 2020 tentang Perlindungan Pekerja / Buruh dan Keberlangsungan Usaha dalam Rangka Pencegahan dan Penanggulangan Covid – 19. Dalam surat edaran tersebut hanya tertulis bahwa bagi pekerja / buruh yang dikategorikan Orang Dalam Pengawasan (ODP) berdasarkan keterangan dokter sehingga tidak masuk kerja selama 14 (Empat Belas) hari maka upahnya dibayarkan secara penuh selama menjalani masa karantina / isolasi.
Sedangkan di dalam surat edaran ini, perihal upah (gaji) untuk pekerja yang dirumahkan yaitu dipengaruhi dengan mempertimbangkan kelangsungan usaha serta kesepakatan pihak pengusahan dan pekerja / serikat pekerja. Mekanisme pemberian upah (gaji) bagi pekerja yang dirumahkan oleh pihak pengusaha pada saat pandemi Covid – 19 dipengaruhi oleh keberlangsungan usaha serta kesepakatan antara pihak pengusaha dan pihak pekerja / serikat pekerja.
Surat Edaran Menteri Tenaga Kerja No. SE-05/M/BW/1998 tentang Upah Pekerja yang Dirumahkan Bukan Kearah Pemutusan Hubungan Kerja menyatakan bahwa perihal pekerja yang dirumahkan, maka pemberian upah (gaji) didasari oleh keberlangsungan usaha. Perihal keberlangsungan hidup pihak pekerja dikesampingkan. Persentasi jumlah upah (gaji) yang harus diberikan pihak pengusaha kepada pekerja yang dirumahkan tidak ada ketentuan yang pasti. Semua tergantung dan hanya berdasarkan perjanjian kerja, peraturan perusahaan atau kesepakatan antara pihak pekerja / serikat pekerja dengan pihak pengusaha.
Pemerintah dalam hal ini tidak memiliki peranan penting dan seolah – olah tidak peduli dalam menentukan keberlangsungan hidup pihak pekerja yang dirumahkan oleh pihak pengusaha terutama dalam menghadapi pandemi Covid – 19 ini. Ada sebuah adagium yang berlaku dalam sistem ekonomi dan serta sering dilaksanakan oleh pengusaha yaitu “pengeluaran sedikit-dikitnya dan pemasukan sebanyak-banyaknya”. Sebuah adagium klasik yang mewakili tujuan dari pengusaha dalam menjalankan usahanya yaitu untuk mendapatkan keuntungan (laba) sebesar-besarnya.
Pengusaha akan selalu berusaha untuk mempertahankan keberlangsungan usahanya terutama saat-saat sulit seperti pandemi Covid – 19. Hal ini juga berlaku untuk pekerja yang dirumahkan. Pengusaha akan berupaya meminimalisir pengeluaran melalui pemotongan demi pemotongan pemberian upah (gaji), ketentuan cuti yang tidak dibayarkan dan bahkan tidak memberikan upah (gaji) sama sekali kepada pekerja yang dirumahkan. Posisi pekerja yang dirumahkan dalam situasi ini adalah dalam posisi lemah. Mereka tidak mempunyai pilihan lain kecuali menerima kebijakan dari pengusaha tersebut.
Adapun salah satu kebijakan yang dilakukan oleh pengusahan adalah pemotongan / pengurangan upah (gaji) untuk pekerja yang dirumahkan dengan persentasi pemotongan / pengurangan tersebut sebesar 50-60 % dari total upah (gaji) mereka. Kebijakan pemotongan tersebut tidak berlaku untuk semua pekerja yang dirumahkan. Terdapat syarat dan ketentuan yang sepenuhnya ditentukan oleh pihak pengusaha sehingga memungkinkan beberapa pekerja yang dirumahkan tidak mendapatkan sama sekali upah (gaji).
Peran pekerja dalam memajukan suatu perusahaan memiliki peran yang penting. Hal ini seperti dikatakan oleh Abraham Lincoln yang merupakan Presiden Amerika Serikat ke- 16 (Enam Belas). Beliau menggunakan kata buruh untuk menyebutkan pekerja. Beliau mengatakan “buruh lebih penting daripada modal dan harus mendapatkan perhatian yang lebih besar” Suatu perusahaan yang didirikan tidak dapat berjalan serta berkembangan hanya berpedoman dengan modal semata.
Pihak pekerja dan pihak pengusaha merupakan 2 (dua) aspek penting dalam dunia bisnis yang tidak dapat dipisahkan dan menjadi satu kesatuan saling membutuhkan. Berbagai upaya yang dilakukan dalam mempertahankan keberlangsungan perusahaan khususnya pada saat ini yaitu saat pandemi Covid – 19 diharapkan jangan hanya fokus untuk kepentingan pengusaha tetapi juga dapat mengakomodir keberlangsungan hidup para pekerja karena yang membutuhkan makanan dan pemenuhan kebutuhan sehari-hari bukan hanya pihak pengusaha tetapi juga pekerja beserta keluarganya. Selamat Hari Buruh Internasional (01 Mei 2020)
Seorang advokat / pengacara dan legal di salah satu perusahaan swasta di Kota Medan
Komentar