Medan – Pelarangan menggunakan jilbab yang terjadi terhadap 18 Paskibraka Nasional putri saat dikukuhkan Presiden Joko Widodo di Ibu Kota Nusantara (IKN), Selasa kemarin menuai kritik.
Dosen Universitas Battuta Medan, Fakultas Hukum Junaidi Lubis SH MH menegaskan bahwa tindakan itu merupakan kebijakan yang salah.
“Sejatinya lembaga negara dalam hal ini adalah alat untuk mengekspresikan segala bentuk tindakan yang dilakukah oleh masyarakat khususnya anggota Paskibraka. Melihat kepada sejarah Paskibaraka yang terdiri dari banyak unsur baik dari suku, agama, etnis, ras, daerah dan lainnya yang berbeda sehingga ekspresi itu dikelola dengan sebaik baiknya dengan mempersilahkan segala sesuatu yang berbeda,” ungkap Junaidi Lubis SH MH kepada awak media, Minggu (18/8/2024) siang.
Menurutnya, semboyan negara indonesia adalah bhinneka tunggal ika yang artinya walaupun berbeda namun jangan sampai terpecah.
“Dalam momentum kemerdekaan ini pelarangan jilbab merupakan kado buruk kemerdekaan Indonesia di usia ke 79 tahun yang merupakan usia yang cukup dewasa,” tambahnya.
Pengakuan Junaidi, sebelum Indonesia merdeka, kaum yang berjilbab itu sudah turut serta membantu memerdekakan Indonesia dari segala bentuk penjajahan.
“Lembaga negara harus lebih arif dan bijaksana sebelum mengambil kebijakan yang cenderung merugikan kaum tertentu sehingga ke depan pelarangan semacam ini tidak perlu lagi terjadi dikemudian hari. Tentu disayangkan apalagi yang melarang itu adalah lembaga negara yang harusnya memberikan perlindungan kepada setiap pemeluk agama untuk menjalankan keyakinan dan kepercayaannya sesuai agama yang dianutnya sesuai amanah Konstitusi (Pasal 29 Ayat 1 dan 2 UUD RI Tahun 1945),” tambahnya.
Selain itu, dalam rangka menjaga kemerdekaan indonesia, lembaga negara harus lebih hati hati dan mawas diri sebelum memutuskan untuk melarang sesuatu hal yang berdampak merugikan kepada
agama tertentu khususnya yang menggunakan jilbab (umat islam).
“Anggota Paskibaraka dalam menjaga kemuliaannya sebagai wanita sekalipun dalam rangka petugas Paskibraka sepatutnya mendapatkan perlindungan yang utuh dan tidak diskriminatif. Kemerdekaan ini sebuah perjuangan dari segenap lapisan masyarakat maka untuk itu, negara lah yang harus mengayominya melalui lembaga negara yg ditunjuk untuk itu,” ucapnya.
Ketua Prodi Hukum Universitas Battuta ini juga menegaskan agar kedepannya permasalahan ini tidak terulang kembali.
“Ke depan ini harus jadi pelajaran sejarah baru dalam rangka kemerdekaan bahwa melarang jilbab tentulah bukan tindakan yang merdeka tapi justru merenggut kemerdekaan itu sendiri. Para pejuang kemerdekaan tentu menghendaki bahwa kemerdekaan itu adalah hak semua bangsa termasuk dalam hal menjalankan keyakinannya bahkan masuk ranah privat sekalipun,” sambungnya.
“Lembaga negara harus mampu
mengayomi berbagai kewajiban semua pemeluk agama sehingga tercipta kepastian hukum termasuk pada saat menjalankan kewajiban kenegaraan,” tuturnya.
“Menjadi Paskibraka nasional tentu menjadi impian banyak anak remaja usia sekolah sehingga pada saat terpilih menjadi anggota Paskibaraka ini juga tidak melalaikan kewajibannya untuk menjalankan ajaran agamanya,” sambungnya.
Sebuah prinsip kehidupan yang tetap harus dijaga adalah menjamin tiap pemeluk agama untuk menjalankan agamanya itu dengan sekuat tenaga tanpa harus dibatasi.
Penggunaan jilbab adalah bentuk kemerdekan setiap individu pemeluk agama, sekalipun permintaan maaf telah disampaikan tentu ini harus jadi pelajaran buat kita semua agar dimasa yang akan datang, hal serupa tidak perlu terjadi lagi, apalagi jika pelarangan itu datang dari lembaga negara.
“Sekalipun perayaan kemerdekaan telah usai semangat untuk kemerdekaan tidak boleh pudar hanya karena pelarangan jilbab, kemerdekaan ini harus dilangsungkan dengan segenap kebersamaan. Tentu dengan semangat kemerdekaan mari jaga persatuan dan kesatuan, maka itulah hak segala anak bangsa termasuk merdeka dari pelarangan jilbab,” terangnya.(BP7).
Komentar