Uncategorized

Pemanfaatan Teknologi Upaya Kurangi Resiko Gagal Panen Cabai Merah di Simalungun

Ketersediaan air merupakan salah satu faktor pendukung sistem produksi tanaman cabai.  Pemenuhan kebutuhan air pada tanaman  cabai sangat mempengaruhi  pertumbuhannya. Tanaman cabai merupakan tanaman yang sangat sensitif terhadap  kelebihan ataupun kekurangan air. Jika tanah  telah menjadi kering dengan kadar air di bawah limit, maka tanaman akan kurang  mengabsorpsi air sehingga menjadi layu dan  lama kelamaan akan mati. Hasil penelitian  menunjukkan bahwa tanaman cabai selama  masa pertumbuhannya membutuhkan air 544,90 mm/musim atau setara dengan 54,49 l / musim dengan total air tanah tersedia (TAW) 112 mm.

Untuk fase vegetatif rata- rata dibutuhkan air pengairan sekitar 200 ml/hari/tanaman, sedangkanù untuk fase generatif sekitar 400 ml/hari/tanaman [2]; [3]; [4]. Sumber air utama untuk lahan pertanian di Desa Ujung bawang adalah dari air hujan karena air irigasi tidak dialirkan ke desa ini. Oleh karena sumber air utama adalah berasal dari air hujan, maka apabila  musim kemarau maka tanaman akan mengalami kekeringan dan berakibat kepada  gagal panen karena kekurangan air.  Meningkatnya suhu udara mempengaruhi peningkatan laju pernafasan (respirasi) dan  penguapan (transpirasi) sehingga meningkatkan konsumsi air.

Selain itu juga meningkatkan perkembangan Organisme Pengganggu Tumbuhan (OPT) tertentu yang  pada akhirnya akan menurunkan  produktivitas tanaman. Peningkatan suhu  udara ini juga mempercepat pematangan  buah dan biji yang berakibat penurunan  mutu hasil tanaman. Keberadaan mata air yang berjarak lebih kurang 120 m dari lahan petani, belum dimanfaatkan untuk mengairi  lahan pertanian. Dalam upaya mengurangi gagal panen tanaman cabai merah petani  mitra akibat kekurangan air, maka Tim  Perguruan Tinggi yaitu yang terdiri dari  dosen dan mahasiswa, membuat sistem  irigasi tetes untuk lahan petani bersumber  dari mata air. Sistem irigasi tetes  memanfaatkan tekanan gravitasi dan tekanan  pompa sebagai sumber energi untuk mengalirkan air dari mata air ke tanaman.

Peringati Tahun Baru Islam 1447 H, Rico Waas: Bersinergi Bangun Masyarakat Beradab

Para petani juga mengusahakan  tanaman kopi sebagai tanaman tumpang sari dengan sehingga terdapat banyak limbah kulit ceri kopi yang pada umumnya belum  dimanfaatkan. Limbah hasil pengolahan  buah ceri kopi menjadi gabah berkisar 50-60  persen dari panen akan mendatangkan pencemaran lingkungan jika tidak diolah dengan baik [5]. Limbah kulit ceri kopi selain bermanfaat dalam bidang pertanian yaitu dapat memperbaiki kesuburan tanah, merangsang pertumbuhan akar, batang dan  daun juga bermanfaat di bidang peternakan dan perikanan, yaitu sebagai nutrisi protein dan serat tambahan pada pakan ternak.  Limbah padat buah kulit kopi ini memiliki dalam satu baris diperoleh 50 tanaman,  dengan jarak tanam dalam barisan 40 cm.  Dengan jumlah tanaman dalam satu baris 50 tanaman, maka jumlah baris tanaman adalah  sebanyak 40 baris. Sesuai dengan kondisi tersebut, maka selang drip (drip tape) yang  digunakan adalah ukuran 16 mm dengan  spasi 40 cm, artinya lubang drip setiap 40 cm. Lahan dibersihkan, kemudian dipasang selang drip sesuai kebutuhan (20 m).

Pada  setiap ujung selang drip ditutup (end top) untuk mencegah kebocoran air. Kemudian,  pada ujung lain selang drip dikoneksikan dengan sumber air. Pipa yang digunakan adalah pipa paralon 3/4&quot;, sedangkan dari  tendon air menggunakan pipa 2”.  Air bersumber dari tampungan air  permukaan dengan jarak ±120 m dari lokasi  kegiatan. Penyediaan air dilakukan tidak menggunakan mesin, tetapi dengan sistem pipa kapiler untuk menaikkan air dari  tampungan ke tandon yang diperkirakan  beda ketinggian 3,5 m. Dari sumber air <br> (tampungan) air dialirkan melalui pipa 5” sebanyak 2 batang, kemudian disambung dengan pipa 4”, 3”, 2”, 1” dan 1/2&quot;.

Stoping  air pertama (ujung pipa 1/2&quot; dengan kran  1/2”), berada dibagian lembah lahan penelitian. Beda ketinggian muka sumber air  di tampungan dengan stoping pertama diperkirakan 1/2 m, hal ini dibutuhkan untuk memperkuat tekanan air dari sumber. Untuk  kebutuhan drip sistem, air ditampung dalam  tandon yang ditempatkan dibagian atas lahan  pertanaman. Untuk menampung air, kran di  stoping pertama dihubungkan dengan selang  1/2&quot; untuk mengalirkan air ke tandon  penampungan air untuk drip sistem,  sepanjang 70 m. Tandon air untuk drip  sistem dengan volume 1.000 l, dengan  output 2” yang kemudian dikoneksikan dengan pipa drip system (3/4”). Pembuatan kompos dilakukan secara  demo sebagai berikut : kulit ceri kopi yang  telah dikumpulkan petani sebanyak 500 kg, <br> dicincang terlebih dahulu untuk mempercepat proses dekomposisi, kemudian  dimasukkan ke dalam drum komposting. Drum plastik dibuat lubang-lubang dibagian bawah dan samping untuk meniriskan kompos selama proses pengomposan.

Pengomposan menggunakan decomposer One Gest dan pelarut One Cleen yang disediakan oleh tim dosen. Pembuatan dekomposer dilakukan dengan  mencampurkan one gest sebanyak 500ml +  One Gest 500 ml dengan air sebanyak 1 Liter. Setelah larutan dekomposer selesai, lalu disiramkan ke kulit ceri kopi, dicampur  merata. Bagian atas drum ditutup (tidak rapat) untuk mencegah hujan masuk ke dalam drum. Selama proses pengomposan, dilakukan pengadukan setiap minggu dengan tujuan menjaga aerasi dan efektivitas  dekomposer. Kompos telah jadi setelah umur  3- 4 minggu.

Menteri, Gubsu dan BI Sumut Bersinergi Bahas Kembalikan Kartu Hijau Toba Caldera

Kompos yang telah jadi diaplikasikan ke lahan seminggu sebelum pindah tanam cabai. Hasil uji laboratorium menunjukkan kompos yang dihasilkan memenuhi beberapa  kriteria SNI 19-7030-2004 [10] (Tabel 1).  Kemudian dilakukan pemasangan drip  sistem, dilanjutkan dengan penanaman bibit  cabe yang telah dipersiapkan sebelumnya dengan jarak dalam barisan 40 cm, maka  drip sistem difungsikan, sesuai dengan  perlakukan yang ditentukan.

Laman: 1 2 3

Komentar

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *