Jakarta, Batak Pos – Niko Noviantoro, seorang pengamat kebijakan publik, menyoroti pemberian bantuan sosial oleh pemerintah, khususnya bansos pangan, yang dianggap tidak sesuai dengan siklus panen, melainkan terkesan bernuansa politik. Menurutnya, pemerintah seharusnya dapat mengantisipasi kelangkaan pangan yang merupakan siklus rutin, bukan harus menunggu menjelang pilpres.
“Dengan pemberian bansos pangan, termasuk beras dari Cadangan Beras Pemerintah (CBP), yang intensif dilakukan di tahun politik, kita justru mendapat banyak kritikan. Seharusnya pemerintah telah memiliki data kapan masyarakat cenderung mengalami kekurangan pasokan pangan,” ungkap Niko Noviantoro kepada inilah.com pada Selasa (30/1/2024).
Dia menegaskan bahwa pemberian bansos seharusnya tidak terkait dengan agenda politik, melainkan harus lebih fokus pada data dan siklus rutin pasokan pangan. Niko juga menyoroti kenaikan harga beras yang disebabkan oleh faktor cuaca dan distribusi pangan yang dimainkan oleh praktik mafia pangan.
Menurutnya, penyebab daya beli masyarakat yang menurun harus menjadi perhatian utama, dan pemerintah seharusnya memiliki program yang lebih terkonsep untuk meningkatkan perekonomian mereka. Bansos pangan dianggap sebagai langkah jangka pendek, sedangkan program yang simultan dapat mendukung kegiatan ekonomi masyarakat.
Sebelumnya, Kementerian Keuangan mengungkapkan bahwa bantuan langsung tunai (BLT) Mitigasi Risiko Pangan senilai Rp11,2 triliun, yang disalurkan menjelang pilpres, sebagai upaya membantu kesulitan masyarakat akibat musim kering dan mundurnya waktu panen. Meski demikian, kritik terus muncul terkait kebijakan tersebut.**
Komentar