Jakarta, BP – Pemerintah Indonesia menghadapi tantangan serius akibat pelemahan harga-harga komoditas yang berdampak signifikan terhadap penerimaan pajak negara. Dalam setahun terakhir, penerimaan pajak menurun sebesar Rp 76,4 triliun, dengan total hanya Rp 893,8 triliun pada Semester I-2024 dibandingkan Rp 970,2 triliun pada Semester I-2023.
Menurut Menteri Keuangan Sri Mulyani, penurunan ini terutama terjadi pada sektor industri pengolahan yang mengalami penurunan setoran pajak sebesar 15,4%. Penurunan ini disebabkan oleh meningkatnya restitusi dan penurunan PPh Badan, terutama pada subsektor komoditas seperti sawit, logam, dan pupuk.
Di sisi lain, sektor perdagangan juga mengalami penurunan setoran pajak sebesar 0,8%, sementara sektor pertambangan mengalami penurunan yang lebih dalam, yakni 58,4% pada Semester I-2024.
Sri Mulyani menjelaskan bahwa harga komoditas utama mengalami penurunan signifikan pada tahun ini, seperti batu bara yang turun 53,92%, tembaga 4,23%, dan komoditas lainnya 0,8%. Hal ini menyebabkan meningkatnya nilai restitusi bagi industri-industri seperti sawit, logam, dan batu bara.
“Penerimaan dari pajak penghasilan badan mengalami penurunan drastis, mencapai minus 34,5% menjadi Rp 172,66 triliun, mengindikasikan dampak langsung dari pelemahan harga komoditas,” ujarnya.
Menteri Koordinator Bidang Kemaritiman dan Investasi, Luhut Binsar Pandjaitan, menyoroti pentingnya digitalisasi ekonomi untuk mengurangi ketergantungan Indonesia pada harga komoditas. Digitalisasi seperti Sistem Informasi Pengelolaan Batu Bara (Simbara) menjadi langkah kritis untuk meningkatkan efisiensi dan mengoptimalkan penerimaan negara dari sektor komoditas.
Dengan langkah-langkah ini, pemerintah berharap dapat mengurangi risiko dari fluktuasi harga komoditas global dan meningkatkan penerimaan pajak secara berkelanjutan di masa mendatang.
Komentar