Suntikan dana APBN ini bertujuan untuk menambal kekurangan anggaran Pilkada di daerah-daerah yang masih mengalami hambatan anggaran dalam penyelenggaraan pemilihan kepala daerah tersebut.
“Kemenkeu dan Kemendagri memastikan, meyakinkan Pilkada akan tetap berjalan tepat waktu dan tentu dengan kondisi anggaran yang sudah tersedia,” kata Sri Mulyani saat rapat kerja dengan Komite IV DPD di Jakarta, Senin (2/9/2024).
Sebetulnya, anggaran untuk Pilkada dialokasikan oleh pemerintah daerah (Pemda) masing-masing dalam bentuk hibah kepada Komisi Pemilihan Umum (KPU) dan Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu). Anggaran hibah dari Pemda ke KPU dan Bawaslu tersebut senilai Rp 37,52 triliun, dan hingga 23 Agustus 2024, realisasinya telah mencapai 97% atau senilai Rp 36,61 triliun.
“Dari daerah-daerah yang mampu membayar Pilkada ini, Rp 37,25 triliun dialokasikan dalam bentuk hibah dari APBD ke KPU dan Bawaslu, dan sudah terealisasi Rp 36,61 triliun untuk penyelenggaraan Pilkada di seluruh Indonesia,” ujar Sri Mulyani.
Sementara itu, untuk daerah yang anggarannya terhambat, intervensi dilakukan melalui APBD dengan intercept transfer ke daerah (TKD). Skema ini terdiri dari treasury deposit facility (TDF) senilai Rp 67,9 miliar ke 12 Pemda, Dana Alokasi Umum (DAU) Rp 555,4 miliar ke 56 Pemda, dan Dana Bagi Hasil (DBH) Rp 180,6 miliar ke 24 Pemda.
“Ada daerah-daerah yang masih menghadapi hambatan, kami melakukan intercept dengan membayarkan hibah melalui TDF, yaitu mereka yang memiliki dana dalam bentuk TDF dan DBH yang berupa surat berharga,” jelas Sri Mulyani.
“Kami juga melakukan intercept melalui instrumen DAU senilai Rp 555,4 miliar untuk 56 Pemda dan melalui pembayaran DBH Rp 180,6 miliar untuk 24 Pemda,” tegasnya.
Komentar