Ekbis
Beranda » Berita » Pemerintah Wajibkan Marketplace Potong Pajak Penjual UMKM Digital Mulai 2025

Pemerintah Wajibkan Marketplace Potong Pajak Penjual UMKM Digital Mulai 2025

Pemerintah Wajibkan Marketplace Potong Pajak Penjual UMKM Digital Mulai 2025
Ilustrasi (Foto: Istock)

Jakarta, harianbatakpos.com – Pemerintah berencana mewajibkan platform e-commerce seperti Tokopedia, Shopee, dan TikTok Shop untuk memungut pajak penjual di marketplace mulai 2025. Rencana ini tengah disosialisasikan oleh Direktorat Jenderal Pajak (DJP) kepada pihak marketplace guna meningkatkan penerimaan negara dari sektor digital.

Kebijakan pemotongan pajak e-commerce ini nantinya menyasar penjual dengan omzet tahunan antara Rp 500 juta hingga Rp 4,8 miliar. Berdasarkan informasi yang diperoleh dari Reuters, platform e-commerce akan memotong dan menyetorkan pajak sebesar 0,5% dari pendapatan para penjual.

Sekretaris Jenderal Asosiasi E-Commerce Indonesia (idEA), Budi Primawan, membenarkan adanya rencana pemungutan pajak penjual marketplace tersebut. Namun, menurutnya, aturan resmi belum diterbitkan sehingga belum ada detail teknis yang dapat disampaikan ke publik.

Efek Perekonomian Internasional Akibat Konflik Israel Iran 

“Saat ini, regulasi resminya belum diterbitkan. Tapi wacana ini sudah disosialisasikan oleh DJP kepada sejumlah marketplace sebagai bagian dari persiapan implementasi,” ujar Budi, Rabu (25/6/2025).

Meski begitu, Budi memastikan bahwa idEA siap menjalankan aturan secara patuh. Ia menegaskan dukungan asosiasi terhadap terciptanya ekosistem digital yang sehat dan berkelanjutan. Ia juga mengingatkan bahwa jutaan penjual UMKM digital akan terdampak jika aturan ini diberlakukan tanpa persiapan yang matang.

“Jika platform ditunjuk sebagai pemotong pajak untuk penjual individu dengan omzet tertentu, dampaknya akan sangat besar pada seller UMKM. Maka, penting memastikan kesiapan sistem dan komunikasi kepada para pelaku usaha,” tegasnya.

Pajak e-commerce 2025 ini ditujukan untuk menciptakan persaingan setara antara toko fisik dan digital. Namun, sebagian pelaku industri menyuarakan keberatan karena khawatir dengan meningkatnya beban administrasi yang dapat membuat penjual meninggalkan platform.

Whoosh Tembus 10 Juta Penumpang, Kereta Cepat Indonesia Cetak Sejarah Baru

Budi meminta pemerintah menerapkan kebijakan ini secara bertahap dan hati-hati, dengan memperhatikan kesiapan pelaku UMKM serta infrastruktur teknis dari platform maupun pemerintah.

“Implementasi kebijakan ini perlu pendekatan kolaboratif dan inklusif agar tidak mengganggu pertumbuhan ekosistem digital nasional,” ujar Budi menambahkan.

Dari sisi sejarah, Indonesia pernah mengeluarkan kebijakan serupa pada akhir 2018, yang mewajibkan marketplace melaporkan data penjual dan memungut pajak. Namun aturan itu dicabut hanya tiga bulan setelah diterbitkan karena protes keras dari industri.

Pihak Direktorat Jenderal Pajak dan Kementerian Keuangan hingga kini belum memberikan respons atas rencana terbaru ini.

Ikuti saluran Harianbatakpos.com di WhatsApp:https://whatsapp.com/channel/0029VbAbrS01dAwCFrhIIz05

Komentar

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *