Uncategorized
Beranda » Berita » Pemerkosaan oleh Dokter PPDS: Tanggapan Hukum dan Hak Korban

Pemerkosaan oleh Dokter PPDS: Tanggapan Hukum dan Hak Korban

Priguna Anugerah Pratama (kompas.com)
Priguna Anugerah Pratama (kompas.com)

Medan,  HarianBatakpos.com – Kasus pemerkosaan oleh dokter PPDS Priguna Anugerah Pratama di Rumah Sakit Hasan Sadikin (RSHS) Bandung, Jawa Barat, mengejutkan masyarakat. Peristiwa ini menjadi viral setelah laporan mengenai tindak kekerasan seksual tersebut diunggah di media sosial, mengundang perhatian luas serta reaksi dari berbagai pihak.

Kronologi Kasus Dokter PPDS

Peristiwa tersebut terjadi pada pertengahan Maret 2025, ketika Priguna, yang merupakan dokter anestesi, memerkosa seorang anak pasien yang sedang menjaga ayahnya. Menggunakan modus operandi yang sangat mencolok, pelaku meminta korban untuk menjalani crossmatch darah di ruang rumah sakit. Saat korban tidak sadarkan diri, Priguna melakukan tindakan keji tersebut. Setelah siuman, korban merasakan nyeri di bagian tubuhnya dan segera melaporkan kejadian tersebut ke pihak berwajib.

Kepala Humas Universitas Padjajaran (Unpad), Dandi Supriadi, mengonfirmasi insiden ini dan menyatakan bahwa tindakan tegas telah diambil, termasuk pencabutan izin praktik pelaku. Kemenkes juga menghentikan sementara program residensi PPDS anestesiologi di RSHS untuk evaluasi mendalam.

Apa Benar Tertelan Lebah Bisa Sebabkan Serangan Jantung?

Hak Korban Terkait Aborsi

Terkait dengan nasib korban, Komisi Nasional (Komnas) Perempuan menegaskan bahwa mereka berhak untuk menggugurkan kehamilan akibat pemerkosaan. Hal ini merujuk pada Undang-Undang Kesehatan Nomor 36 Tahun 2009, yang mengatur bahwa aborsi dapat dilakukan dalam kondisi tertentu, termasuk kehamilan akibat perkosaan yang dapat menyebabkan trauma psikologis. Komnas Perempuan juga merekomendasikan kebijakan “Zona Tanpa Toleransi” terhadap kekerasan di fasilitas kesehatan, dilansir dari kompas.com.

Masyarakat dan lembaga terkait terus mendesak agar kasus ini menjadi momentum untuk mengevaluasi dan menjaga keamanan di rumah sakit dan fasilitas kesehatan lainnya. Penutupan sementara program PPDS di RSHS juga mengundang kritik karena dinilai dapat mengganggu pendidikan dokter spesialis di Indonesia.

Kasus ini memunculkan perdebatan tentang tanggung jawab institusi pendidikan dan pelayanan kesehatan dalam menjaga keselamatan pasien, serta perlunya langkah-langkah preventif agar kejadian serupa tidak terulang di masa depan.

Polisi Gagalkan Peredaran SIM Palsu di Medan

Komentar

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *