Medan-BP: Pemilihan calon Presiden Republik Indonesia dan pemilihan calon legislatif periode 2019-2024 sudah diambang pintu.
Kali ini masyarakat dihadapkan untuk menentukan sikap pada pelaksanaan Pilpres dan Wakil Rakyat yang bersih, merakyat dan berwibawa. Artinya Presiden RI dan wakil rakyat 5 tahun mendatang harus bersih dari catatan kelam maupun pelanggaran Hak Azasi Manusia (HAM)
“Karena itu mari menentukan sikap terhadap calon pemimpin bangsa ini kedepan. Jangan salah memilih pemimpin dan wakil rakyat pada pelaksanaan pemilu 17 April 2019 nantinya”, ajak Wahyu dan Presidium Nasional PENA ” 98 (Persatuan Nasional Aktifis ) Nicodemus Sitanggang dalam konprensi persnya pada pertemuan aktifis PENA dengan masyarakat yang digelar di Sekretariat PENA 98 di jalan Ngumban Surbakti, Kamis (14/3/2019)
Nicodemus Sitanggang didampingi kordinator PENA 98 Sumatera Utara Barita Lumban Raja dan Natanael Ketaren Caleg dari Partai Nasdem Dapil Sumut II dalam pernyataan sikapnya menghimbau seluruh masyarakat peserta pemilu agar lebih mengutamakan pelaksanaan pemilu yang jujur dan adil (jurdil).
Kemudian mementingkan ketertiban dan keamanan bersama pada saat pelaksanaan kegiatan pemilu. Demi kelancaran dan kekodusifan proses pemilu disetiap tempat pemungutan suara, ujar Nico.
Lanjut Wahyu dan Natanael berpesan bagi masyarakat Suamtera Utara agar berkenan mendatangi TPS untuk memilih. Hendaknya jangan ada warga tidak memilih demi masa depan negara dan bangsa, tuturnya.
Demi pemimpin yang bersih tentu bagi kita pemilih diharapkan mampu bersikap bijak dan cerdas untuk menentukan pilihannya terhadap calon pemimpin bangsa Indonesia.
Sebagaimana dalam pernyataan sikap aktifis PENA 98, ujar Natanael Ketaren dan Barita Lumban raja menegaskan bahwa pihaknya menolak keras Capres yang diduga melakukan pelanggaran berat dimasa lalu. Seperti adanya penindasan, intimidasi dan peristiwa peristiwa pelanggaran HAM dimasa lalu, tegas Natanael.
“Aktifis PENA tak sudi, kedepan bangsa ini mengotori sejarah dengan membenarkan pelanggaran HAM yang terbebas dari hukuman hingga kelak menjadi pemimpin bangsa Indonesia”, sebut Nico.
Dipertegas Wahyu dan Natanael, bahwa Pemimpin Indonesia bukan dari segelintir oknum yang niatnya hendak berkuasa demi kepentingan pribadi.
Namun harus sudah punya pengalaman dalam penataan pembangunan serta mumpuni ditengah tengah masyarakat, jelasnya.
Lebih lanjut pernyataan sikap Aktifis PENA 98, memandang bahwa kontestasi politik Pilpres kali ini sejatinya pertarungan politik masa lalu dan masa kini.
Kata Nico dan Wahyu politik masa lalu menampilkan orang orang yang erat kaitannya dengan orde baru. Hingga terwujud nya niat mereka ingin mengembalikan kejayaan orde baru.
Sedangkan politik masa kini adalah generasi milenial yang anti orde baru, jelas Wahyu yang juga menyebutkan sistem orde baru adalah KKN, Otoriter menghalalkan segala cara demi kekuasaan.
Sehingga untuk meraih kemenangan, pengusung jargon orde baru melalui kampanye hitam dengan sengaja menebar hoaks hingga memainkan isu agama dan ras.
Untuk itu, apakah bangsa ini masih mau dipimpin orang yang terkait orde baru?. Tentu bagi kami menolak keras dan PENA 98 sepakat mendukung Calon Presiden dan Wapres 2019 yang bukan bagian masa lalu.
Komitmen PENA 98 terhadap cita-cita perjuangan. Pemimpin bangsa Indonesia ini ada pada pasangan nomor 01 Jokowidodo-KH Mahruf Amin, cetus Natanael. (BP/MM)
Komentar