Nasional
Beranda » Berita » Pendidikan Karakter ala Militer: Menanggapi Pro Kontra Kebijakan untuk Siswa Nakal

Pendidikan Karakter ala Militer: Menanggapi Pro Kontra Kebijakan untuk Siswa Nakal

Pendidikan Karakter ala Militer: Menanggapi Pro Kontra Kebijakan untuk Siswa Nakal
Gubernur Jawa Barat Dedi Mulyadi. (Foto: Kompas.com)

Purwakarta, HarianBatakpos.com – Di tengah suara pro dan kontra, program pendidikan karakter berbasis militer yang dicanangkan Gubernur Jawa Barat, Dedi Mulyadi, telah dimulai di dua kota, Purwakarta dan Bandung, pada Jumat (2/5/2025). Program ini melibatkan 39 pelajar SMP yang dianggap “sulit diatur” oleh keluarga dan sekolah, dikirim untuk menjalani pendidikan di Resimen Artileri Medan 1 Sthira Yudha, Batalyon Armed 9, Purwakarta. Sementara itu, 30 pelajar bermasalah di Bandung mengikuti program yang serupa di Rindam III Siliwangi, Bandung. Program pendidikan militer ini bertujuan untuk memperkuat karakter bela negara, terutama bagi siswa yang terindikasi terlibat dalam pergaulan bebas atau tindakan kriminal.

Dedi Mulyadi menjelaskan, pendidikan karakter berbasis militer ini merupakan kerja sama antara TNI, Polri, dan pemerintah daerah untuk memberikan pembinaan yang intensif selama enam bulan, di mana para siswa tidak mengikuti sekolah formal. “TNI yang akan menjemput langsung siswa-siswa ini ke rumah mereka untuk dibina karakter dan perilakunya,” ujar Dedi, pada 27 April 2025. Ia berharap, pembinaan yang melibatkan TNI dan Polri dapat menjadi solusi bagi masalah sosial yang terjadi di masyarakat, seperti pergaulan bebas, tawuran, dan penggunaan narkoba.

Pendidikan karakter ala militer yang dilaksanakan di barak militer ini juga bertujuan untuk mengatasi masalah keluarga yang sudah tidak mampu mengawasi anak-anak mereka. “Anak-anak yang orangtuanya sudah tidak sanggup lagi mendidik, akan kami wajib militerkan,” tambah Dedi.

Viral di TikTok, Anggota DPR Prana Putra Sohe Dipanggil ke MKD Terkait Gestur Tak Pantas

Namun, pengamat pendidikan Doni Koesoema menilai, program ini bisa memberikan stigma negatif kepada para siswa. Ia khawatir dampak psikologis yang ditimbulkan justru akan memperparah kondisi mental mereka, yang mungkin akan dikucilkan begitu kembali ke sekolah. “Begitu mereka balik ke sekolah, mereka akan dicap. Relasi sosial mereka akan berubah, dan dampak psikologis jangka panjang bisa muncul jika tidak ada pendampingan yang cukup,” kata Doni.

Doni juga mengkritik pendekatan yang digunakan dalam program ini. Ia berpendapat, pendidikan bukanlah solusi yang bisa diserahkan sepenuhnya kepada militer, terutama bagi anak-anak yang hanya melakukan kesalahan ringan seperti membolos atau membuat keributan. “Jika anak terlibat dalam tindakan kriminal, itu ranah hukum. Namun, jika hanya bermasalah dalam perilaku, itu masih bisa diselesaikan melalui pendekatan pendidikan,” kata Doni.

Dasar Hukum yang Dipertanyakan

Retno Listyarti, mantan Komisioner Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI), mempertanyakan dasar hukum yang digunakan untuk mengirim pelajar ke barak militer. Retno menegaskan bahwa Undang-Undang Sistem Pendidikan Nasional tidak mengatur penggunaan barak militer sebagai lembaga pendidikan. “Dasar hukum apa yang dipakai? Jika mereka tetap siswa, bagaimana dengan hak akademik mereka?” ujarnya, mempertanyakan legitimasi kebijakan ini.

Mentan Temukan Pupuk Palsu Rugikan Petani Rp3,2 Triliun

Sementara itu, Kepala Dinas Penerangan Angkatan Darat (Kadispenad), Brigjen TNI Wahyu Yudhayana, menegaskan bahwa program ini bukanlah pendidikan militer, melainkan pendidikan karakter dan pembentukan kedisiplinan. “Pendidikan ini menggunakan pendekatan personal dan kelompok, dengan metode bimbingan dan pengasuhan,” ujar Wahyu. Para siswa akan mengikuti pelajaran yang serupa dengan yang mereka dapatkan di sekolah, seperti pelajaran umum, bimbingan konseling, serta kegiatan fisik dan motivasi.

Respon Gubernur Dedi Mulyadi

Merespons berbagai kritik yang muncul, Dedi Mulyadi menyatakan bahwa kebijakan ini didukung oleh sebagian besar warga Jawa Barat, meskipun banyak elite yang menentang. Dedi mengungkapkan bahwa banyak orangtua yang mendukung program ini sebagai solusi terhadap permasalahan sosial anak-anak mereka. “Warga Jawa Barat banyak yang mendukung kebijakan ini, hanya kelompok elite yang menentang,” katanya.

Komentar

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *