Di dalam Nota Keuangan dan RAPBN 2019, pemerintah RI menyatakan perang dagang antara AS dan China akan berdampak pada melemahnya kinerja perdagangan negara-negara berkembang termasuk Indonesia. China sendiri merupakan mitra dagang terbesar RI.
“Proteksionisme AS dan berlanjutnya perang dagang antar negara, khususnya dengan China akan berdampak pada merosotnya tingkat perdagangan internasional,” seperti tercantum dalam Nota Keuangan dan RAPBN 2019, dikutip Senin (20/8/2018).
Pemerintah juga menyatakan bahwa perekonomian global saat ini tengah menuju keseimbangan baru menyusul dinamisnya perdagangan internasional, yang kemudian berdampak pada kinerja perekonomian domestik.
Selain perang dagang yang diakibatkan penerapan tarif impor oleh AS, ketidakpastian pada prospek perdagangan internasional juga nampak dari perundingan kerjasama multilateral yang menghadapi berbagai hambatan, seperti NAFTA (North American Free Trade Agreement). Kedua hal ini berpotensi menghambat prospek pertumbuhan dan pemulihan global.
Adapun pertumbuhan volume perdagangan dunia pada 2018 dan 2019 diperkirakan akan terus turun menjadi 4,8% dan 4,5% dari tahun lalu sebesar 5,1%. Hal ini disebabkan berbagai sentimen negatif yang mengarah pada langkah protektif serta prospek pertumbuhan beberapa perekonomian besar yang belum solid.
Adapun IMF dalam rilis World Economic Outlook memperkirakan pertumbuhan ekonomi global di 2019 akan stagnan disertai laju volume perdagangan dunia yang juga melambat.
Di samping perang dagang yang dipicu karena kebijakan proteksionisme dan perpajakan AS, dua tekanan eksternal lainnya pada tahun depan adalah normalisasi kebijakan moneter di negara maju yang berpotensi menimbulkan dinamika likuiditas pada sektor keuangan global, serta situasi geopolitik yang sewaktu-waktu dapat berisiko tinggi.
“Tiga tantangan eksternal dalam pembangunan ekonomi di tahun depan, yakni kebijakan proteksionisme dan perpajakan AS, normalisasi kebijakan moneter di negara maju yang berpotensi menimbulkan dinamika likuiditas pada sektor keuangan global, serta situasi geopolitik yang sewaktu-waktu dapat berisiko tinggi.”
Pertumbuhan ekonomi negara maju antara lain AS pada tahun ini dan tahun depan diproyeksi sebesar 2,9% dan 2,7%, Zona Euro 2,2% dan 1,9%, serta Jepang 1,0% dan 0,9%.
Sementara perekonomian negara berkembang, antara lain China diproyeksi tumbuh 6,6% dan 6,4% pada tahun ini dan tahun depan, ASEAN-5 stagnan di 5,3%. Hanya India yang diproyeksi IMF mampu tumbuh dari 7,3% di tahun ini menjadi 7,5% di 2019. (CNBC/JP)
Komentar