Pada Jumat (12/4/2024), mata uang yuan melemah terhadap dolar Amerika Serikat (AS), menunjukkan penurunan sebesar 0,0003 poin dari level 7,2367. Ini menjadi indikasi dari tekanan global yang semakin kuat terhadap mata uang China. Tidak hanya yuan, rupiah juga mengalami pelemahan signifikan, menembus level Rp16.000 terhadap dolar AS, memunculkan kekhawatiran di pasar keuangan regional.
Menurut data Jakarta Interbank Spot Dollar Rate (JISDOR) Bank Indonesia, pada Jumat (12/4/2024) pukul 13.03 WIB, rupiah berada di posisi Rp16.273 per dolar AS. Namun, data dari Google Finance menunjukkan bahwa rupiah telah menetap di level Rp16.076 terhadap dolar AS pada waktu yang sama. Kondisi ini menandakan volatilitas yang tinggi di pasar mata uang regional.
Pelemahan nilai tukar rupiah sejak masa Lebaran 2024 telah menjadi perhatian serius. Dengan nilai tukar yang melampaui Rp16.000, rupiah telah mencatatkan kinerja terburuknya sejak Maret 2020. Ini menjadi perhatian khusus karena potensi dampaknya terhadap inflasi dan daya beli masyarakat.
Para analis menyoroti bahwa premi untuk meminjam dolar di pasar lokal China juga mengalami lonjakan dalam sebulan terakhir. Hal ini disebabkan oleh penguatan dolar AS secara global, yang telah mencapai level tertinggi sejak Juli 2023. Rekor suku bunga pinjaman antar bank di China pada 29 Maret 2024, yang mencapai 5,47%, menunjukkan ketegangan yang meningkat dalam pasar keuangan regional.
Ahli strategi senior di Australia & New Zealand Banking Group, Zhaopeng Xing, menjelaskan bahwa ketidakseimbangan antara penawaran dan permintaan likuiditas dolar menekan yuan. Dia juga menyatakan bahwa ada potensi Bank Sentral China (PBOC) akan mengatasi tekanan ini dengan melepaskan likuiditas dolar melalui pemotongan rasio persyaratan cadangan devisa. PBOC telah melakukan pemangkasan rasio cadangan mata uang asing sebanyak tiga kali sejak 2022, dengan pemangkasan terakhir pada September 2023.
Meskipun China meningkatkan dukungan pada mata uangnya dengan menetapkan kurs referensi di atas perkiraan pada Kamis (11/4/2024), tidak banyak yang dapat dilakukan Beijing dalam menghadapi kekuatan dolar secara global. Senior mata uang ahli strategi di Malayan Banking Bhd. di Singapura, Fiona Lim, menyatakan bahwa China mungkin hanya dapat membantu memperlambat tekanan depresiasi yuan, sementara kekuatan pasar global dan fundamental ekonomi dalam negeri terus memainkan peran penting dalam penentuan nilai tukar.
Komentar