Jakarta, HarianBatakpos.com – Otoritas Jasa Keuangan (OJK) telah meminta perusahaan fintech yang menyediakan layanan pinjaman online (pinjol) untuk menampilkan peringatan kepada konsumen, mirip dengan yang ada di industri rokok.
Sebagaimana diketahui, pemerintah telah lama mengatur bahwa industri rokok wajib menampilkan peringatan berbahaya kepada konsumen. Hal ini diatur dalam Peraturan Pemerintah Nomor 109 Tahun 2012 tentang Pengamanan Bahan yang Mengandung Zat Adiktif Berupa Produk Tembakau Bagi Kesehatan. Dengan regulasi ini, OJK berharap penyelenggara pinjol mengikuti jejak yang sama.
Peringatan ini harus ditampilkan di laman utama website atau aplikasi pinjol. Adapun peringatan tersebut berbunyi: “PERINGATAN: HATI-HATI, TRANSAKSI INI BERISIKO TINGGI. ANDA DAPAT SAJA MENGALAMI KERUGIAN ATAU KEHILANGAN UANG. JANGAN BERUTANG JIKA TIDAK MEMILIKI KEMAMPUAN MEMBAYAR. PERTIMBANGKAN SECARA BIJAK SEBELUM BERTRANSAKSI”, menurut keterangan tertulis yang diterima pada Minggu (8/9/2024).
Kontribusi Generasi Z dan Milenial pada Kredit Macet Fintech
Per Juli 2024, tingkat wanprestasi lebih dari 90 hari (TWP90) fintech sebesar 2,53%, turun dari bulan sebelumnya yang mencapai 3,47%. Meskipun demikian, peminjam dana berusia 19-34 tahun masih menyumbang 37,17% terhadap total TWP90. Hal ini menjadi perhatian serius mengingat generasi tersebut masih dalam usia produktif dan merupakan calon debitur potensial lembaga keuangan.
Kredit macet pada pinjol tersebut tidak hanya berdampak pada perusahaan fintech, tetapi juga pada peminjam. Skor kredit mereka dapat terpengaruh, sehingga menyulitkan mereka untuk mendapatkan pembiayaan dari bank dan lembaga keuangan lainnya di masa depan, seperti untuk pembelian rumah atau mobil.
Pertumbuhan Pembiayaan Pinjol
Sementara itu, hingga akhir Juli 2024, nilai outstanding pinjaman online tumbuh 23,97% (yoy) menjadi Rp 69,39 triliun. Meskipun angka ini menunjukkan pertumbuhan, laju pertumbuhan tersebut lebih lambat dibandingkan bulan Juni yang mencatat pertumbuhan 26,73% (yoy).
Tantangan Kepatuhan Modal Minimum
Agusman, perwakilan OJK, mengungkapkan bahwa per Juli 2024 terdapat 7 dari 147 perusahaan pembiayaan yang belum memenuhi persyaratan modal minimum. Selain itu, terdapat 26 dari 98 perusahaan peer-to-peer (p2p) lending yang belum memenuhi ekuitas minimum Rp 7,5 miliar yang mulai berlaku sejak 4 Juli 2024 sebagaimana diatur dalam POJK Nomor 10 Tahun 2022.
“OJK terus melakukan langkah-langkah untuk mendorong pemenuhan ekuitas minimum tersebut, baik berupa injeksi modal atau kembalian izin usaha,” jelas Agusman.
Komentar