Nasional Politik Selebritis Sosial
Beranda » Berita » Perjuangan Politik Thariq Halilintar: Dibalik Narasi Seksisme dan Ekspektasi Terhadap Aaliyah Massaid

Perjuangan Politik Thariq Halilintar: Dibalik Narasi Seksisme dan Ekspektasi Terhadap Aaliyah Massaid

Pemilihan umum merupakan momen penting dalam kehidupan politik sebuah negara. Namun, di balik proses ini, terkadang muncul berbagai narasi yang menyoroti aspek personal dari para kandidat.

 

Salah satunya adalah cerita tentang Aaliyah Massaid yang mengikuti jejak pasangannya, Thariq Halilintar, dalam perjalanan politiknya, dilansir dari Liputan6.com.

Kabar Duka Dunia Musik, Musisi Gustiwiw Meninggal Dunia

 

Thariq Halilintar, seorang figur publik dengan pengikut yang besar, mendapatkan perhatian khusus dari masyarakat.

 

Namun, meskipun telah memiliki popularitas yang signifikan di dunia maya, hasil pemilu terbaru menunjukkan bahwa dukungan publiknya tidak sekuat yang diharapkan. Dengan hanya meraih 234 suara, kegagalan Thariq menjadi sorotan utama dalam perbincangan politik terkini.

Aksi Protes Imigrasi di New York Berujung Ricuh

 

Namun, yang menarik adalah bagaimana perhatian publik lebih terfokus pada reaksi terhadap Aaliyah Massaid, pasangan Thariq, ketika berita kekalahan ini tersebar luas. Bukan hanya sebagai seorang individu, namun sebagai istri dari seorang calon anggota legislatif yang gagal terpilih.

 

Netizen ramai mengasihani Aaliyah, memunculkan berbagai komentar yang mencampuradukkan antara kegagalan politik Thariq dan peran Aaliyah sebagai pasangannya.

 

Komentar-komentar ini tidak hanya mencerminkan sikap tidak adil terhadap Aaliyah, tetapi juga mengungkapkan stereotip gender yang masih mengakar kuat dalam masyarakat.

 

Pertama-tama, narasi bahwa Aaliyah “gagal menjadi istri anggota dewan” mencerminkan pandangan yang mereduksi peran seorang perempuan hanya menjadi pendamping suami yang berkarier.

 

Ini merupakan contoh nyata bagaimana ekspektasi gender yang kuno masih mempengaruhi persepsi publik terhadap perempuan dalam berbagai bidang, termasuk dalam politik.

 

Kedua, komentar-komentar yang merendahkan prestasi dan potensi Aaliyah dengan mengaitkannya pada kesuksesan atau kegagalan Thariq menunjukkan bahwa banyak orang masih belum melihat perempuan sebagai individu yang mandiri dan memiliki hak-haknya sendiri di luar hubungan dengan pasangannya.

 

Lebih jauh lagi, narasi-narasi ini juga menyoroti bagaimana tekanan publik terhadap pasangan selebritas untuk menciptakan citra yang sempurna dan ideal, bahkan dalam konteks politik.

 

Harapan akan kesuksesan dalam politik Thariq dan ekspektasi bahwa Aaliyah harus menjadi “nyonya pejabat” menunjukkan bagaimana tuntutan-tuntutan ini dapat mengakibatkan stres dan tekanan emosional yang tidak perlu bagi individu-individu tersebut.

 

Hal yang lebih mengkhawatirkan lagi adalah bagaimana narasi-narasi ini dapat memperkuat sikap seksisme dan diskriminasi gender dalam masyarakat.

 

Sikap-sikap seperti ini tidak hanya merugikan individu-individu yang menjadi sasaran, tetapi juga merintangi kemajuan kesetaraan gender secara keseluruhan.

 

Dengan demikian, kegagalan Thariq Halilintar dalam pemilihan umum seharusnya menjadi momentum untuk merenungkan lebih dalam tentang bagaimana kita sebagai masyarakat memperlakukan perempuan dalam berbagai konteks, termasuk dalam politik.

 

Kita perlu menggeser paradigma yang mereduksi peran perempuan menjadi sekadar pendamping atau objek dalam narasi kesuksesan atau kegagalan pasangan mereka.

 

Sebaliknya, kita perlu memberikan ruang yang lebih besar bagi perempuan untuk berkembang sebagai individu yang mandiri, memiliki ambisi, dan potensi untuk berkontribusi secara signifikan dalam berbagai bidang, termasuk dalam dunia politik.

 

Komentar

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Postingan Terpopuler

BatakPos TV

Kominfo Padang Sidempuan

Kominfo Padang Sidempuan