Medan, HarianBatakpos.com – Kasus pengurangan isi produk MinyaKita yang dilaporkan menunjukkan bahwa produk yang seharusnya berisi 1 liter minyak goreng hanya memiliki isi antara 750 hingga 800 mililiter. Hal ini menimbulkan keprihatinan serius mengenai tata kelola produksi dan distribusi minyak goreng di Indonesia. Pemerintah diminta untuk merombak tata kelola ini guna mencegah terulangnya masalah serupa.
Ekonom UPN Veteran Jakarta, Achmad Nur Hidayat, menekankan bahwa “Pemerintah tidak cukup hanya memberi sanksi kepada pelaku, tetapi harus melakukan perombakan besar-besaran dalam tata kelola produksi dan distribusi minyak goreng rakyat.” Penyesuaian harga eceran tertinggi (HET) MinyaKita juga menjadi salah satu poin penting dalam perombakan ini. HET yang tidak realistis dapat merugikan produsen, terutama ketika harga minyak sawit mentah (CPO) mengalami lonjakan.
Penting untuk memotong rantai distribusi yang panjang, yang sering kali membuka celah bagi praktik curang. “MinyaKita harus didistribusikan melalui saluran resmi dan dikontrol negara,” ungkap Achmad. Rantai distribusi yang rumit ini mengakibatkan markup harga yang besar, merugikan konsumen.
Digitalisasi dalam sistem distribusi juga menjadi aspek krusial. Achmad menjelaskan bahwa sistem distribusi harus berbasis teknologi, dengan digitalisasi logistik dan pelacakan stok secara real-time. Dengan cara ini, aliran barang dan harga dapat dipantau dengan baik dari produsen hingga konsumen.
Dalam menghadapi masalah ini, perombakan tata kelola produksi dan distribusi MinyaKita bukan hanya sekedar solusi, tetapi langkah penting untuk memastikan keadilan bagi semua pihak. Pemerintah perlu bertindak cepat untuk mengatasi masalah ini agar konsumen dapat memperoleh produk dengan harga terjangkau dan sesuai dengan isi yang dijanjikan.
Komentar