HarianBatakpos.com – Flexing yang sering kita lihat di berbagai media sosial sekarang mungkin bukan kekayaan asli yang pelakunya punya. Bisa saja itu kekayaan orang tua, kekayaan pasangannya, atau kekayaan orang lain yang digunakannya tanpa sepengetahuan pemiliknya. Oleh karena itu, penting bagi kita untuk memahami dan membedakan siapa yang kaya sebenarnya.
Fenomena flexing ini sudah ada sejak zaman dahulu, namun yang membedakan di zaman sekarang adalah terekspos oleh media sosial. Bahkan pada era 90-an, ada lagunya band Slank yang mengangkat tema ini, menyatakan bahwa kekayaan yang dipamerkan bukanlah milik pribadi melainkan milik orang tuanya. Bentuk flexing bukan hanya menunjukkan harta kekayaan yang dipunya ke publik, tapi juga bisa berupa kekuasaan, kekuatan fisik, dan prestasi yang ia pamerkan secara berlebihan di media sosial.
Dengan dilakukannya flexing, ada juga publik yang melihat dan bahkan percaya dengan adegan flexing yang dipertontonkan. Hal ini membuat publik merasa iri, minder, dan bertanya dalam pikirannya mengapa diri mereka tidak sekaya itu atau tidak sesukses orang tersebut. Seharusnya, dalam menyikapi orang yang melakukan flexing, kita tidak dalam kondisi tertekan, minder, dan langsung percaya akan tindakan itu karena kita punya kehidupan sendiri dan fokus saja terhadap diri kita sendiri.
Dalam kehidupan sebenarnya, orang kaya asli tidak banyak yang melakukan flexing. Bahkan kalangan artis pun tidak banyak yang melakukan flexing. Alasannya karena mereka tidak mau berurusan dengan petugas pajak, karena petugas pajak memantau media sosial mereka. Bukan sebagai bentuk tindakan tidak mau bayar pajak, tapi mereka tidak mau diusik kekayaannya oleh petugas pajak. Atau juga memang tidak bayar pajak bisa jadi alasan orang kaya asli tidak melakukan flexing. Ada juga orang kaya yang tidak melakukan flexing karena sibuk dan berdedikasi dalam bisnis yang membuat mereka kaya, jadi tidak sempat bahkan tidak menemukan arti kebahagiaan jika melakukan tindakan flexing itu.
Orang yang melakukan flexing mungkin tidak merasakan betapa sulitnya untuk mendapatkan uang tersebut. Contohnya, anak orang kaya menyalahgunakan kekayaan orang tuanya untuk melakukan tindakan flexing, atau juga baru merasakan barang mewah, kendaraan mewah, dan fasilitas mewah. Berbeda dengan orang tuanya yang tidak ikut flexing, ini bisa jadi karena fasenya tidak seperti itu lagi, jadi sudah terbiasa akan kemewahan yang dipunya.
Jadi, kesimpulannya kita tidak perlu peduli dengan apa yang dilakukan oleh orang-orang yang flexing. Belum tentu juga mereka bahagia melakukannya. Fokuslah pada diri sendiri dan gapai apa yang membuat bahagia dan jagalah kebahagiaan tersebut.
Rizki Rosiman adalah seorang penulis yang penuh semangat dan tekad. Dalam mengikuti lomba ini, Rizki memiliki tujuan utama untuk menguji kemampuan penulisannya yang telah dipelajari dan dikembangkan selama ini. Meskipun keinginan untuk menang selalu ada, yang lebih penting bagi Rizki adalah melihat sejauh mana kemampuannya dalam menulis. Lomba ini menjadi wadah untuk mengevaluasi diri dan mencari tahu area mana yang perlu ditingkatkan.
Komentar