Peneliti ekonomi dari Center of Reform on Economics (Core) Indonesia, Yusuf R Manilet, menyatakan bahwa perkembangan cadangan devisa Indonesia pada tahun 2024 diprediksi akan terpengaruh oleh pertumbuhan ekonomi global yang melambat dan harga komoditas yang diperkirakan turun.
Yusuf menjelaskan bahwa harga minyak mentah pada 2024 diperkirakan akan sedikit menurun seiring penurunan permintaan dari industri dan sektor energi. Produksi batu bara juga diperkirakan akan melebihi permintaan, terutama dengan menurunnya permintaan dari Tiongkok, salah satu konsumen terbesar batu bara global. Transisi ke energi bersih juga dianggap akan mengurangi konsumsi batu bara, terutama di sektor energi dan manufaktur.
Kelemahan ekonomi Tiongkok juga diantisipasi akan mempengaruhi harga logam dasar, termasuk nikel, serta harga minyak kelapa sawit (CPO) yang berpotensi mengalami penurunan pada 2024.
Yusuf menambahkan bahwa kondisi ekonomi global juga dipengaruhi oleh kinerja negara-negara utama seperti Amerika Serikat, Uni Eropa, dan Tiongkok. Pertumbuhan ekonomi Amerika Serikat diproyeksikan sedikit terkoreksi, sementara pertumbuhan ekonomi Eropa memiliki sinyal lebih positif pada 2024. Tiongkok, di sisi lain, diproyeksikan masih menghadapi kondisi yang tidak begitu baik, terutama terkait perlambatan ekonomi yang dipengaruhi oleh krisis properti yang masih berlanjut.
Meskipun demikian, posisi cadangan devisa Indonesia pada akhir Desember 2023 tercatat sebesar 146,4 miliar dolar AS, meningkat dibandingkan dengan posisi pada akhir November 2023 yang mencapai 138,1 miliar dolar AS. Posisi cadangan devisa tersebut di atas standar kecukupan internasional yang disepakati, yaitu setara dengan enam bulan impor.
Cadangan devisa yang meningkat diharapkan dapat menjaga ketahanan mata uang rupiah, mendukung ketahanan sektor eksternal, serta menjaga stabilitas makro dan sistem keuangan di dalam negeri.
Komentar