Nasional
Beranda » Berita » Pinjol Berganti Nama Menjadi Pindar: Upaya Meningkatkan Citra Pinjaman Daring

Pinjol Berganti Nama Menjadi Pindar: Upaya Meningkatkan Citra Pinjaman Daring

Pinjol Berganti Nama Menjadi Pindar: Upaya Meningkatkan Citra Pinjaman Daring
Pinjol Berganti Nama Menjadi Pindar: Upaya Meningkatkan Citra Pinjaman Daring

Asosiasi Fintech Pendanaan Bersama Indonesia (AFPI) baru saja mengenalkan istilah baru untuk menggantikan kata “pinjol” atau pinjaman online.
Istilah baru yang diusulkan adalah “pindar” yang merupakan singkatan dari pinjaman daring. Hal ini dilakukan untuk memperbaiki citra pinjol yang selama ini dianggap negatif, terutama terkait dengan praktik pinjaman ilegal.
Ketua Umum AFPI, Entjik S Djafar, mengungkapkan bahwa penggantian istilah ini bertujuan untuk meningkatkan perhatian masyarakat terhadap pinjaman yang berizin dan legal.
“Betul Kami bukan pinjol yang meresahkan masyarakat, kami adalah pindar atau pinjaman daring yang berizin OJK,” tegasnya dalam pernyataan yang disampaikan kepada detikcom pada Sabtu (7/12/2024).
Menurutnya, langkah ini juga akan disertai dengan edukasi kepada masyarakat, terutama UMKM dan ultra mikro kecil, tentang manfaat pinjaman legal, dilansir dari detik.com.
Selama ini, istilah pinjol sering diasosiasikan dengan hal-hal negatif, akibat banyaknya pinjaman ilegal yang beredar di masyarakat.
Sejak 2017 hingga 30 September 2024, Satgas telah menghentikan 9.610 entitas pinjaman online ilegal, sementara hanya ada 97 perusahaan pinjol legal yang terdaftar di OJK.
Dengan penggantian istilah ini, AFPI berharap masyarakat dapat lebih mudah membedakan antara pinjol legal dan ilegal.
Namun, beberapa ekonom, seperti Tauhid Ahmad dari Institute for Development of Economics and Finance (Indef), menilai bahwa perubahan istilah tidak akan mudah mengubah pandangan masyarakat. “Agak sulit, karena frasa dan kebiasaan masyarakat kita sejak pandemi, budaya online sudah begitu kuat,” ungkap Tauhid. Ia juga menegaskan bahwa meskipun sebutan berubah, masyarakat akan tetap mengasosiasikannya dengan pinjaman online.
Tauhid menambahkan bahwa kondisi bunga pinjaman online yang tinggi dapat membahayakan masyarakat. “Karena bunganya tinggi, (uang) yang lari ke konsumsi menjadi barang dan jasa itu jauh lebih sedikit,” jelasnya, mengingatkan bahwa bunga pinjaman yang tinggi dapat mengurangi aktivitas perekonomian.

Komentar

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *