HarianBatakpos.com, JAKARTA – BP: Kementerian Kesehatan (Kemenkes) memberikan penjelasan terkait keputusan Rektorat Universitas Airlangga (Unair) yang memberhentikan Prof Budi Santoso dari jabatannya sebagai dekan Fakultas Kedokteran. Prof Budi diberhentikan karena menolak program pemerintah mendatangkan dokter asing ke Indonesia.
Juru Bicara Kemenkes, Mohammad Syahril, menegaskan bahwa Kemenkes tidak terlibat dalam keputusan pemberhentian tersebut. “Kemenkes tidak memiliki wewenang atas Unair dan tidak mengatur lembaga pendidikan tersebut.
Informasi yang menyatakan bahwa Menteri Kesehatan menghubungi Rektor Unair untuk meminta pemberhentian Dekan FK adalah fitnah dan hoax,” ujar Syahril dalam pernyataan resminya pada Kamis (4/7/2024).
Seperti dilansir dari investor.id, Syahril juga menepis informasi yang beredar mengenai rencana Kemenkes mendatangkan 6.000 dokter asing (WNA).
“Dokter WNA yang dihadirkan oleh Kemenkes dan mendapatkan publikasi luas adalah tim dari Arab Saudi yang bertugas di RS Adam Malik, Medan, Sumatera Utara, untuk melakukan operasi jantung kompleks dan menyelamatkan nyawa 30 anak warga Sumatera Utara secara gratis,” jelasnya.
Operasi jantung ini merupakan tindakan pertama yang dilakukan di Pulau Sumatera. Sebelumnya, anak-anak dengan gangguan jantung kompleks selalu dirujuk ke Jakarta, yang menyebabkan beban finansial bagi keluarga pasien karena tidak adanya dokter spesialis di Sumatera.
“Kami menyesalkan beberapa rekan sejawat, terutama di kota besar di Jawa, yang memprotes kehadiran tim dokter dari Arab Saudi. Padahal mereka hadir untuk menyelamatkan nyawa anak-anak kita, bukan untuk mengambil lahan pekerjaan para dokter di Indonesia,” tambah Syahril.
Sebelumnya, Prof Budi Santoso mengonfirmasi bahwa pemberhentiannya sebagai dekan Unair disebabkan oleh pernyataannya yang menolak program dokter asing di Indonesia. Prof Budi mengaku dipanggil oleh Rektorat Unair pada Senin (1/7/2024) untuk mengklarifikasi pernyataannya tersebut. “Proses saya dipanggil berkaitan dengan itu,” ujarnya kepada Antara.
Prof Budi menyatakan bahwa terjadi perbedaan pendapat antara dirinya dan pimpinan Unair mengenai program Kemenkes untuk mendatangkan dokter asing. “Karena rektor adalah pimpinan saya dan kami memiliki perbedaan pendapat. Keputusan beliau diterima, tetapi saya menyuarakan hati nurani saya.
Saya pikir jika semua dokter ditanya, apakah rela ada dokter asing? Saya yakin jawabannya tidak,” kata Prof Budi.
Pemberhentian ini memunculkan berbagai tanggapan di kalangan tenaga medis dan masyarakat. Beberapa pihak mendukung langkah Prof Budi yang mengutamakan kepentingan dokter lokal, sementara yang lain melihat perlunya kolaborasi internasional untuk meningkatkan kualitas layanan kesehatan di Indonesia.
Keputusan Rektorat Unair untuk memberhentikan Prof Budi menjadi sorotan, mengingat pentingnya kebijakan terkait penempatan dokter asing di Indonesia. Hal ini membuka diskusi lebih luas mengenai bagaimana pemerintah dan institusi pendidikan harus bersikap terhadap kolaborasi internasional di bidang kesehatan.
Dengan berbagai pandangan yang muncul, penting untuk memahami bahwa tujuan utama program mendatangkan dokter asing adalah untuk meningkatkan layanan kesehatan dan mengatasi kekurangan tenaga medis di beberapa wilayah di Indonesia. Dalam situasi tertentu, kolaborasi dengan tenaga medis asing dapat memberikan manfaat besar, seperti yang terlihat dalam operasi jantung di RS Adam Malik.
Namun, di sisi lain, perhatian terhadap kesejahteraan dan pengembangan profesional tenaga medis lokal harus tetap menjadi prioritas. Upaya peningkatan kualitas pendidikan kedokteran dan penyediaan fasilitas yang memadai bagi dokter-dokter di Indonesia juga sangat diperlukan.
Dalam konteks ini, dialog konstruktif antara pemerintah, institusi pendidikan, dan tenaga medis sangat penting untuk mencapai solusi yang terbaik bagi semua pihak. Harapan ke depan adalah terciptanya sistem kesehatan yang mampu memenuhi kebutuhan masyarakat dengan dukungan dari tenaga medis lokal dan kolaborasi internasional yang bijaksana.
Dengan demikian, polemik terkait pemberhentian Prof Budi Santoso diharapkan dapat diselesaikan dengan baik, sehingga fokus utama tetap pada peningkatan kualitas layanan kesehatan di Indonesia.
Komentar