Medan-BP: Irmaliana Harianja, orang tua dari korban dugaan penganiayaan berat atau penganiayaan yang mengakibatkan meninggal dunia bernama Ayi Irmawan berharap kepada petugas kepolisian, khususnya Polrestabes Medan agar terus bekerja dengan profesional menangani kasus yang kini menimpanya.
“Jika Polrestabes Medan Profesional, saya yakin kasus ini bisa terungkap dengan terang benderang. Ayi anak saya meninggal dunia diduga dianiaya terlebih dahulu,” kata Irmaliana kepada harianbatakpos.com, Rabu 24 Februari 2021.
Dalam kasus ini, dugaan aktor utama penyebab Ayi meninggal dunia adalah Aldi dan Ade Fitriani yang masih berstatus teman korban. Kedua orang ini berada didalam kamar kos milik Nia, tempat dimana Ayi ditemukan dengan tubuh dan kepala penuh luka. Tepatnya Senin 11 Maret 2019.
“Saya meminta Polrestabes Medan memeriksa kembali dan membuka kasus ini sejak awal. Dimana Ayi ditemukan sekarat didalam kamar kos milik Nia dikawasan Jalan Karya Wisata, Kecamatan Medan Johor. Aldi dan Ade Fitriani orang yang paling tahu mengapa Ayi sekarat dan ditubuh serta bagian kepalanya penuh luka,” ungkapnya.
Dugaan lainnya dikarenakan Aldi dan Ade Fitriani memberikan infus kepada Ayi ketika dia dalam keadaan sekarat dan terbaring di kamar kos milik Nia.
“Jadi, ketika saya temukan Ayi sekarat, dia merasa badan dan kepalanya seperti dipukuli, badan dan kepalanya dipenuhi luka lebam. Saya lihat di kamar kos milik Nia ada botol infus yang masih tersangkut. Saya curiga mereka telah menyuntikkan infus itu kepada anak saya. Selain itu, Mereke berdualah orang yang berkomunikasi terakhir dengan Ayi. Jadi dugaan saya mereka sangat tahu dalam kasus ini,” tuturnya.
Selain ada infus di kamar tempat Ayi ditemukan sekarat. Irma juga melihat satu unit sepeda motor Honda Vario yang kondisinya tidak rusak.
“Saya tanya infus itu infus siapa, Aldi mengatakan bahwa itu infus untuk kawannya bernama Amalda karena sakit demam berdarah sebulan yang lalu atau tepantnya sekira bulan Februari 2019. Saya sangat yakin bahwa infus itu masih baru, bukan infus sebulan yang lalu,” terangnya.
Sebagaimana diketahui, dalam kasus ini Irmaliana Harianja wanita berusia 54 tahun ini telah membuat laporan resmi ke Mapolrestabes Medan dengan nomor STTLP 290/III/2019 Restabes Medan Rabu 27 Maret 2019.
Namun, setelah keluarnya surat itu, Polrestabes Medan mengeluarkan surat susulan yang Irmaliana Harianja tidak mengetahui apa tujuan dikeluarkannya surat itu.
“Ada bernomor 290 dan ada 690. Ini sangat aneh. Surat itu dikeluar seseuai isinya sama tanggal dan tahunnya,” kata Irmaliana.
Dalam surat bernomor 290 diakui Irma bahwa itulah yang benar. Karena surat itu sudah bertandatangan dan berstempel Polrestabes Medan. Sedangkan nomor 690 tidak ada tanda tangan dan stempel.
“Nomor 290 itu sudah sah dan sudah saya tandatangani. Saya tidak mengakui adanya surat nomor 690. Saya meminta polisi profesional dalam menangani kasus ini,” kata Irma.
Menurut dia, dalam surat bernomor 690 terdapat keringanan kasus kematian anaknya. Sedangkan bernomor 290 itu tegas berbunyi penganiayaan berat atau penganiayaan yang mengakibatkan meninggal dunia.
“Kalau dalam surat 690 bunyinya penganiayaan yang mengakibatkan meninggal dunia. Ini sangat aneh. Saya meminta Kapolrestabes Medan melalui Kasatreskrim profesional dalam mengungkap kematian anak saya ini,” terangnya.
Kepala Satuan Reserse Kriminal (Kasatreskrim) Polrestabes Medan, Komisaris Polisi Martuasa Hermindo Tobing ketika dikonfirmasi awak media perihal dua STTLP itu belum memberikan jawaban. (BP/Reza)
Komentar