Uncategorized
Beranda » Berita » Praktisi Ekopedagogi Mencatat Dampak Buruk Pendidikan Digital terhadap Lingkungan

Praktisi Ekopedagogi Mencatat Dampak Buruk Pendidikan Digital terhadap Lingkungan

Praktisi Ekopedagogi Mencatat Dampak Buruk Pendidikan Digital terhadap Lingkungan
Praktisi Ekopedagogi Mencatat Dampak Buruk Pendidikan Digital terhadap Lingkungan

Praktisi Ekopedagogi, Berto Sitompul, mengemukakan keprihatinan atas dampak negatif pendidikan digital terhadap kondisi lingkungan. Dalam sebuah diskusi publik bertajuk “Peluang dan Tantangan Ekopedagogi Sekolah Alam dan Sekolah Adiwiyata” di Jakarta pada Rabu, Berto menyatakan bahwa penggunaan berbagai perangkat elektronik dan teknologi dapat meningkatkan jumlah sampah elektronik yang merugikan lingkungan.

Menurut Berto, penggunaan perangkat digital seperti laptop, ponsel pintar, remote, dan bahkan AC, akan menyebabkan akumulasi sampah elektronik yang signifikan. “Baterai-baterai kita, baterai remote, bahkan baterai AC akan jadi sampah elektronik,” ujarnya.

Berto juga menyoroti fakta bahwa selama pandemi COVID-19, dengan jumlah penduduk dunia mencapai 13 miliar jiwa, terdapat sekitar 7 miliar unit ponsel yang terdaftar di pabrik. Bahkan, dengan pandemi yang berlangsung selama dua tahun, diperkirakan ada potensi 5 miliar unit ponsel yang akan menjadi sampah.

Stabilitas Energi di Tengah Konflik: Seruan Menteri Bahlil

“Mengingatkan bahwa 5 miliar unit ponsel setara dengan keliling bumi jika ditumpuk sebagai sampah, namun, limbah elektronik belum mendapat perhatian serius di Indonesia,” tambah Berto.

Lebih lanjut, Berto menjelaskan bahwa satu baterai saja sudah mampu mencemari lahan seluas satu hektare dengan kedalaman mencapai tujuh sentimeter. Dia juga menyesalkan kurangnya informasi tentang masalah ini kepada para murid di sekolah, yang seharusnya diajarkan untuk bertanggung jawab terhadap lingkungan sejak dini.

“Kita selalu bicara tentang sampah plastik, tetapi kita tidak boleh mengabaikan bahwa 3 persen sampah adalah sampah elektronik yang jumlahnya semakin meningkat,” ungkapnya.

Tantangan Meningkat: Proyeksi Sampah Elektronik Menurut Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB)

Organisasi Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) telah merilis data yang mengkhawatirkan tentang jumlah sampah elektronik di seluruh dunia. Pada tahun 2019 saja, jumlahnya mencapai 57,4 metrik ton. Apabila tidak ada tindakan yang signifikan, proyeksi sampah elektronik global dapat meningkat hingga 74,7 metrik ton pada tahun 2030.

Apa Benar Tertelan Lebah Bisa Sebabkan Serangan Jantung?

Pengelolaan Sampah Elektronik: Tantangan yang Harus Diatasi

Menyikapi kondisi ini, Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) menegaskan bahwa sampah elektronik mengandung berbagai komponen bahan berbahaya dan beracun seperti timbal, merkuri, dan cadminium. Oleh karena itu, peraturan pemerintah telah mengamanatkan pengelolaan sampah elektronik secara khusus melalui Peraturan Pemerintah Nomor 27 Tahun 2020 Tentang Pengelolaan Sampah Spesifik.

Pengelolaan sampah elektronik harus dilakukan secara sistematis, menyeluruh, dan berkesinambungan, termasuk kegiatan pengurangan dan penanganan yang efektif. Hal ini menjadi tantangan yang perlu diatasi demi menjaga kelestarian lingkungan bagi generasi mendatang.

Dengan kesadaran dan tindakan bersama, diharapkan masyarakat dan institusi pendidikan dapat menjadi bagian dari solusi dalam menghadapi masalah lingkungan yang semakin mendesak ini.

Komentar

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *