HarianBatakpos.com – Pada pekan depan, diperkirakan sentimen terkait rilis data ekonomi di dalam negeri cenderung minim karena hanya dua data yang dirilis pada pekan depan yakni data uang beredar M2 dan penanaman modal asing. Namun, meski rilis data ekonomi di RI cenderung minim pada pekan depan, pelaku pasar juga perlu mencermati katalis lainnya di dalam negeri.
Selain itu dari global, beberapa data ekonomi juga akan dirilis pada pekan depan, terutama keputusan suku bunga acuan bank sentral China (People’s Bank of China/PBoC) dan data inflasi konsumsi pribadi Amerika Serikat (AS).
Berikut sentimen pasar global dan dalam negeri pada pekan depan.
China
Pada pekan depan, tepatnya pada Selasa mendatang, China akan mengumumkan kebijakan suku bunga acuan terbarunya. Konsensus pasar dalam Trading Economics memperkirakan PBoC akan kembali menahan suku bunga acuannya kali ini.
Untuk suku bunga acuan tenor satu tahun diprediksi akan tetap bertahan di level 3,45%. Sedangkan untuk suku bunga acuan tenor lima tahun diprediksi bertahan di 3,95%.
Sebelumnya pada pekan lalu, perekonomian China tumbuh jauh lebih lambat dari perkiraan pada kuartal kedua 2024, terhambat oleh penurunan properti yang berkepanjangan dan ketidakamanan lapangan kerja.
Data resmi menunjukkan ekonomi terbesar kedua di dunia ini tumbuh 4,7% pada April-Juni 2024, pertumbuhan paling lambat sejak kuartal pertama tahun 2023 dan meleset dari perkiraan 5,1% dalam jajak pendapat Reuters. Pertumbuhan ini juga melambat dari ekspansi kuartal sebelumnya sebesar 5,3%.
Meski ekonomi China mengalami penurunan, tetapi pemerintah setempat tetap percaya diri dapat mempertahankan pertumbuhan ekonominya.
“Melalui upaya yang gigih, perekonomian kami mencapai peningkatan output dan kualitas yang lebih baik pada paruh pertama tahun ini. Hal ini memberikan landasan yang kuat untuk mencapai target pertumbuhan kami sepanjang tahun,” kata Juru Bicara Kementerian Luar Negeri China Lin Jian dalam konferensi pers di Beijing, Selasa (16/7/2024) lalu.
Bahkan, perlambatan pertumbuhan yang lebih tajam dari perkiraan pada kuartal II 2024, mendorong Goldman Sachs menurunkan perkiraan pertumbuhan China menjadi 4,9%, dari sebelumnya 5,0% pada tahun ini.
Indonesia
Pada pekan depan, Indonesia akan merilis sejumlah data ekonomi, yakni data uang beredar M2 untuk periode Juni 2024 dan data penanaman modal asing untuk periode kuartal II-2024.
Sebagai informasi, sebelumnya likuiditas perekonomian atau uang beredar dalam arti luas (M2) pada periode Mei 2024 tumbuh lebih tinggi. Posisi M2 pada Mei 2024 tercatat sebesar Rp 8.965,9 triliun atau tumbuh sebesar 7,6% secara tahunan (year-on-year/yoy), lebih tinggi dibandingkan pertumbuhan bulan sebelumnya 6,9% (yoy).
Perkembangan tersebut didorong oleh pertumbuhan uang beredar sempit (M1) sebesar 6,3% (yoy) dan uang kuasi sebesar 8,8% (yoy).
Perkembangan M2 pada Mei 2024 terutama dipengaruhi oleh perkembangan penyaluran kredit dan aktiva luar negeri bersih.
Penyaluran kredit pada Mei 2024 tumbuh sebesar 11,4% (yoy), menurun dibandingkan pertumbuhan bulan sebelumnya sebesar 12,3% (yoy).
Sedangkan aktiva luar negeri bersih tumbuh sebesar 0,6% (yoy), lebih baik dibandingkan bulan sebelumnya yang terkontraksi sebesar 1,1% (yoy).
Sementara itu, tagihan bersih kepada pemerintah pusat tumbuh sebesar 22,7% (yoy), setelah tumbuh sebesar 25,8% (yoy) pada April 2024.
Selain data uang beredar M2, data penanaman modal asing untuk kuartal II-2024 juga akan dirilis pada pekan depan.
Bank Indonesia (BI) memperkirakan arus masuk modal asing ke pasar domestik akan terus berlanjut pada sisa tahun ini dan bisa mendukung angka defisit transaksi berjalan RI di kisaran terbatas.
Pada kuartal II-2024, Indonesia mencatat net inflow sebesar US$ 4,3 miliar. Gubernur BI Perry Warjiyo mencatat, selama kuartal III sampai 15 Juli, arus modal asing yang masuk ke pasar domestik masih positif sebesar US$ 4,4 miliar.
“Keseluruhan 2024, Neraca Pembayaran Indonesia kami perkirakan masih akan tetap sehat dengan defisit transaksi berjalan rendah di kisaran 0,1%-0,9% dari Produk Domestik Bruto. Neraca transaksi modal dan finansial juga akan mencatat surplus didukung peningkatan arus masuk modal asing dalam bentuk Penanaman Modal Asing dan investasi portofolio,” jelas Perry dalam pengumuman hasil Rapat Dewan Gubernur BI di Jakarta, siang hari ini.
Arus masuk modal asing yang diperkirakan berlanjut didukung oleh sentimen di pasar global yang terlihat makin positif. BI memperkirakan bank sentral Amerika Serikat (AS), Federal Reserve (The Fed) akan memangkas bunga acuan dalam waktu dekat dan itu akan berimbas pada membaiknya sentimen di pasar dalam negeri.
Nilai tukar rupiah diperkirakan akan terus menguat di sisa tahun ini di tengah kebijakan BI untuk tetap mengoptimalkan instrumen moneter SRBI, SVBI, dan SUVBI ke depan.
Amerika Serikat
Pada pekan depan, Amerika Serikat (AS) juga akan merilis beberapa data ekonomi dan agenda cukup penting, di mana salah satunya yakni data awal pertumbuhan ekonomi pada kuartal II-2024.
Konsensus pasar dalam Trading Economics memperkirakan produk domestik bruto (PDB) awal AS pada kuartal II-2024 akan tumbuh 2,5%, lebih tinggi dari data aktual PDB AS pada kuartal I-2024.
Pertumbuhan ekonomi AS terus berada di atas ekspektasi, meskipun terjadi peningkatan suku bunga, pelemahan di negara-negara besar lainnya, dan penurunan kelebihan tabungan.
Meskipun pertumbuhan PDB riil melambat pada kuartal pertama tahun ini, tampaknya para pengambil kebijakan telah berhasil menghindari resesi, sekaligus menurunkan inflasi mendekati target 2%.
Skenario dasar dari Deloitte masih positif dalam waktu dekat. Belanja konsumen diperkirakan akan tetap kuat pada semester pertama 2024 karena perbaikan berkelanjutan di pasar tenaga kerja dan tingkat belanja yang stabil di sektor bisnis dan pemerintah.
Faktor-faktor tersebut diproyeksikan akan mendukung pertumbuhan PDB riil tahun ini. Meskipun perkiraan dasar Deloitte masih penuh harapan, memasukkan skenario yang lebih optimis dibandingkan perkiraan dasar mereka, di mana skenario peningkatan produktivitas tenaga kerja melebihi perkiraan dasar dan perubahan struktural pada pasar tenaga kerja terjadi dalam jangka panjang.
Inflasi indeks harga konsumen (CPI) AS tetap berada di atas ambang batas 3% pada kuartal kedua tahun ini, sebelum diprediksi turun menjadi 2,7% pada akhir tahun 2024.
Bank sentral AS (Federal Reserve/The Fed) juga berhasil mengatasi hambatan menuju soft landing dengan memangkas suku bunga sebanyak dua kali pada kuartal kedua. setengah tahun 2024 dan dilanjutkan dengan pemotongan hingga mencapai tingkat netral 2,5% hingga 3% pada tahun 2027.
Pertumbuhan lapangan kerja melambat karena tingkat pembentukan lapangan kerja saat ini tidak berkelanjutan, mengingat demografi dan partisipasi angkatan kerja.
Akibatnya, tingkat pengangguran turun dalam jangka pendek, namun meningkat menjadi sedikit di bawah 4% pada tahun 2025 sebelum menurun secara bertahap selama sisa periode perkiraan.
Investasi besar yang didorong oleh Undang-Undang Pengurangan Inflasi memberikan dorongan pada sektor manufaktur. Selain itu, investasi pada kekayaan intelektual seperti penggunaan AI dan teknologi baru lainnya akan terus mendorong pertumbuhan di sektor bisnis.
Tak hanya itu saja, data klaim pengangguran mingguan untuk pekan yang berakhir 20 Juli 2024 juga akan dirilis pada pekan depan, di mana angkanya diperkirakan meningkat menjadi 247.000, dari sebelumnya sebesar 243.000 pada pekan sebelumnya.
Namun, yang pasti ditunggu-tunggu oleh pelaku pasar yakni data inflasi pengeluaran pribadi (PCE) periode Juni 2024. Meski begitu, proyeksi pasar mencatat inflasi PCE pada Juli sedikit naik menjadi 2,6% secara tahunan (yoy).
Meski begitu, angka ini masih dinilai cukup mendingin dan membuat pelaku pasar semakin yakin bahwa The Fed dapat memangkas suku bunganya pada September mendatang.
Berdasarkan survei CME FedWatch Tool menunjukkan bahwa 94% pelaku pasar berekspektasi terjadi first cut rate pada September 2024 sebesar 25 basis poin (bp).
Komentar